Jumat, 26 Juni 2015

Sport Educational Tactical Model



Oleh: Dr. Made Pramono[2]

Model pendidikan olahraga (Sport Educational Model, selanjutnya disingkat SEM) adalah model kurikulum dan pembelajaran yang memberikan pengalaman olahraga otentik terhadap siswa dalam pendidikan jasmani (Siedentop, 1998: 19), sementara model permainan taktis (Tactical Games Model, selanjutnya disingkat TGM) adalah model pembelajaran yang meningkatkan kecakapan bermain melalui tindakan memainkan permainan yang menarik dan mudah dipahami (Mitchell, Oslin, & Griffin, 2006: 15). Berbagai keuntungan integrasi kedua model pembelajaran pendidikan jasmani ini sudah banyak yang meneliti (yang sebangun dengan penelitian ini misalnya Pritchard & Mccollum, 2013; Chouinard, 2007).
Pendidikan jasmani dalam penelitian ini tidak sekedar dimaknai sebagai pendidikan terhadap jasmani, tetapi pendidikan melalui jasmani. Hal ini dihubungkan dengan misi pembangunan nasional, yakni mewujudkan bangsa yang berdaya saing dengan prioritas utama menekankan upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia (RPJPN 2005 – 2025). Kualitas sumber daya manusia (SDM) yang dimaksud, tidak bisa hanya dikaitkan dengan keterampilan berpikir, tetapi juga berhubungan dengan keterampilan berperilaku.
Metzler (dalam Chouinarde, 2007: 6) menyebut Tactical Games Approach sebagai model instruksional mainstream untuk pendidikan jasmani dan menyebutnya dengan Tactical Games Model (TGM), yakni:
Model istruksional yang menunjuk pada rencana koheren dan komprehensif untuk mengajar yang mencakup: pondasi teoritis, luaran pembelajaran, kompetensi keilmuan pengajar, pengembangan aktivitas pembelajaran yang berurutan dan tepat, ekspektasi terhadap perilaku pengajar dan siswa, struktur-struktur penugasan yang unik, penilaian terhadap luaran pembelajaran, dan cara-cara verifikasi implementasi yang meyakinkan dari model itu sendiri (hal. 7).

Model instruksional sebagaimana dijelaskan Metzler ini secara definitif selaras dengan Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) sebagaimana diamanahkan Undang-undang no 12/2012 tentang Pendidikan Tinggi, Perpres No. 8/2012 tentang KKNI, Permendikbud No.49/2014 tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi (SN Dikti).
Dengan penekanan pada nilai-nilai siswa sebagai pusat dan perencanaan berbasis luaran, pendekatan taktis ini merupakan model instruksional yang memampukan guru, siswa, orang tua, dan administrator untuk memajukan pendidikan siswa yang holistik dan transformasional melalui pendidikan jasmani (Griffin & Butler, 2005: 63).
Integrasi TGM dengan SEM, disimpulkan Collier (2005), memberikan peluang kepada guru untuk mempertinggi capaian luaran pembelajaran untuk siswa (Chouinarde, 2007: 8). SEM yang dikembangkan oleh Daryl Siedentop (1994: 4) dirancang untuk mengedukasi siswa untuk menjadi pemain dalam arti sebenarnya dan untuk membantu mereka berkembang sebagai pemain yang kompeten, terpelajar, dan insan olahraga yang antusias. Penelitian tentang kemanfaatan SEM misalnya dilakukan oleh Dana Perlman (2012: 141, 152), yang menyimpulkan bahwa SEM mampu mengubah persepsi dan pengalaman siswa-siswa yang cenderung kurang termotivasi menjadi antusias berolahraga.
SEM dimaksudkan untuk menciptakan pengalaman olahraga yang otentik dan sesuai perkembangan usia siswa laki-laki dan perempuan dalam pendidikan jasmani, di mana semua berpartisipasi secara sama. Beberapa aktivitas diajarkan secara mendalam dan meluas sehingga tujuan muatan pembelajaranpun juga diperluas. Unit-unit instruksional (atau disebut sesi-sesi dalam SEM) memungkinkan siswa tumbuh dalam luaran dan peran yang bervariasi (Chouinarde, 2007: 8). Bennett dan Hastie (1997: 39) yang meneliti penerapan SEM untuk perkuliahan pendidikan jasmani di kampus, juga menegaskan bahwa SEM dirancang untuk membantu mahasiswa (dan siswa) menghargai olahraga, dengan memampukan mereka mengalami kompetisi rendah dan kompetisi tinggi. Ketika menggambarkan TGM, Mitchell dkk (dalam Prittchard & Mccollum, 2009: 38) menyarankan untuk menggunakan komponen-komponen SEM untuk “menyediakan kerangka kerja efektif yang melaluinya model permainan taktis dapat diimplementasikan”.
Integrasi TGM dan SEM secara tepat dapat melipatgandakan keberhasilan siswa dalam pendidikan jasmani. Kompatibilitas kedua model didasari beberapa alasan: (a) maksud keduanya adalah pelayanan yang lebih baik bagi semua anak-anak dengan mengadakan pengalaman permainan dan olahraga yang tepat sesuai usia mereka; (b) teori permainan menjadi dasar kedua model; (c) memainkan permainan merupakan pusat pengorganisasian keduanya, dengannya kompetisi sehat ditekankan; (d) keduanya menggunakan pengalaman pembelajaran yang merepresentasikan olahraga otentik dan pengalaman permainan. Perancangan pengalaman olahraga dan permainan yang tepat sesuai perkembangan usia siswa adalah hal yang paling utama dalam keberhasilan baik TGM maupun SEM (Collier, dalam Chouinarde, 2007: 9-10). Prittchard dan Mccollum (2009: 31) menyebut integrasi TGM dan SEM ini dengan Sport Education Tactical Model (SETM), yang sebenarnya tujuannya sama dengan SEM, yakni membantu siswa untuk berkembang sebagai pemain yang kompeten, terpelajar, dan insan olahraga yang antusias.



[1] Tulisan ini “belum selesai”, dan hanya bersifat pengantar yang selengkapnya akan penulis tuntaskan di tulisan-tulisan berikutnya jika berkesempatan. Tulisan ini dapat ditemukan pada proposal PUPT 2015 yang penulis buat berjudul “Integrasi Model Pendidikan Olahraga dan Model Permainan Taktis untuk Peningkatan Ecolitercy” dengan Andun S sebagai ketua pengusul. Daftar pustaka tulisan ini – maaf - ada di proposal tersebut.

[2] Dosen Filsafat pada Unesa, email: madepramono@unesa.ac.id.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar