Kamis, 11 Maret 2021

Masih senyum..

Pebruari 2021 saya sudah lepas dari jabatan struktural apapn di Unesa pasca lengsernya saya dari Sekretaris Pusat Studi Literasi. 

Sebagai manusia, pasti sesaat ada kejengahan dan kegalauan. Tetapi tidak sampai 2 hari, sebagai dosen biasa sudah saya nikmati penuh rasa syukur. Bukan syukur dalam arti materialisme yang mewabah saat ini, tetapi lebih ke pemahaman spiritual sebelumnya, bahwa Allah tidak akan membiarkan umatnya dalam kesengsaraan jika dia berusaha dan penuh rasa syukur. 

Beberapa orang yang berkomentar saat saya dilepas dari LPPM, adalah Prof K, yang memohon ke saya untuk terus membantunya di Literasi. Begitu selesai rapat perpisahan LPPM, kolega FRK juga mengomentari, mengulang apa yang disampaikannya sebelumnya: saya berarti harus fokus mengincar profesor. Ada lagi satu orang terpenting di Unesa, meskipun tidak berkomentar apa-apa, tetapi atas bantuan keuangan yang dia berikan sebelumnya, yaitu dana dalam penelitian kami tentang RI 4.0, saya belikan PC All in One ini ke anak saya, Yarif. Rasa syukur saya bertambah saat sudah kusadari bahwa istri semakin baik ke saya, sudah jarang mengeluh rasa capeknya karena memang tugasnya sebagai istri.

Senyum dalam hati ini semoga abadi dengan rasa syukur dan tawadhu...

Jumat, 22 Januari 2021

Senyum 2010 dan 2011

Senyum masih menjadi hobby saya setelah tahun 2004 lulus sebagai master dari UGM. Pembantu Dekan 3 di FIK yang mengelola urusan kemahasiswaan, ancang-ancang mendelegasikan urusan kemahasiswaan di ajang penalaran ilmiah - sesuatu yang aneh di FIK waktu itu - ke sosok dosen yang kira-kira mau berjuang di penalaran kemahasiswaan FIK. Saya dibidik. Meskipun benar-benar dari nol (karena jangankan FIK, Unesapun juga belum ada gerakan heroik di bidang ini secara sistematis) keterlibatan saya karena rasa senang bergaul dengan urusan kemahasiswaan dimulai. 

Berangkat dari pembimbingan Himpunan Mahasiswa Jurusan Pendidikan Kesehatan dan Rekreasi, urusan penalaran melalui wadah bernama Kompetisi Karya Tulis Mahasiswa (KKTM), yang kelak berganti nama Proram Kreativitas Mahasiswa (PKM) dengan penekanan pada lomba-lomba nasional tentang penulisan ilmiah mahasiswa secara periodik mengharuskan saya berjibaku di dunia kemahasiswaan untuk urusan penalaran ini. Saya yang masih sering bermalam menumpang di kampus, siang dan malam membantu mahasiswa masalah urusan penalaran ini. Seperti biasa, saya tidak berpikir dapat reward apa dari urusan ini. Bekerja apapun seoptimal mungkin, itu kata-kata tertanam entah oleh siapa dan apa bahkan sampai saat ini. Tentu ada kekecewaan dibalik harapan, tentu ada ketidakadilan terasakan, tetapi sudah langsung terkubur begitu bekerja lagi dan lagi. 

Saat saya diminta Pembantu Rektor 3 Unesa mengawal mahasiswa berangkat ke Depok tahun 2009, saya kenal salah satu petinggi mahasisa Unesa untuk Unit Kegiatan Ilmiah Mahasisa (UKIM). Tahun itu juga saya dilantik menjadi pembimbing UKIM mewakili FIK. Tidak lama setelahnya, saya menjadi pembimbing utama UKIM sampai 2012, untuk organisasi kemahasiswaan level universitas yang minim keanggotaan dari Fakultas saya. Sembari mengurusi penalaran FIK, saya juga aktif membimbing UKIM yang secara geografis juah dari FIK, yakni di Ketintang. 

Salah satu pentolan mahasiswa FIK mengajukan PKM dengan saya sebagai dosen pembimbingnya. Mahasiswa - yang saat ini sudah menjadi dosen FIK juga - bersama timnya berhasil lolos sampai berangkat PIMNAS (Pekan Ilmiah Nasional, ajang paling bergengsi penalaran mahasiswa nasional) ke Bali. Banyak cerita yang mungkin akan saya kisahkan sendiri di lain topik, tetapi poin utamanya adalah saya sudah benar-benar berjuang dan bekerja untuk Unesa di luar tugas pokok saya sebagai dosen. Meskipun 6 tim PKM Unesa waktu itu yang berangkat naik bus biasa gagal membawa piala Adhikerta Widya (piala PIMNAS) termasuk tim bimbinganku ini, tetapi bagi saya mereka sudah juara. Senyum 2010 ini harus kuterus-tularkan di tahun-tahun berikutnya.

Anggapan saya juga masih berlaku satu tahun berikutnya. Saya ditugasi mengawal SATU-SATUNYA tim mahasiswa Unesa yang berhasil lolos berangkat PIMNAS waktu itu di Makasar. Antara bangga sebangga-bangganya sebagai pendamping penalaran dari FIK, sekaligus prihatin karena tidak ada fakultas lain di Unesa yang lolos PIMNAS, saya bersama para mahasiswa anggota tim naik pesawat Garuda yang bagi para mahasiswa itu sudah mewah sekali. Sama dengan tahun sebelumnya, tim PKM ini gagal membawa pulang piala. Hanya kebanggaan berlimpah ruah bahwa FIK yang biasanya tidak pernah muncul masalah penalaran ilmiah, akhirnya pecah endoge kedua kali meloloskan satu-satunya tim dari Unesa yang berjuang habis-habisan hingga level PIMNAS. Rektor Unesa waktu itu yang juga mantan Pembantu Rektor 3 dan juga teman kakak almamater UGM saya, ikut blusukan melihat perjuangan mahasiswa ini di kelas. Secara umum dan implisit, genderang penalaran ilmiah mahasiswa sudah ditabuh, bahkan sudah saya tabuh. 

Senyum 2011 itu masih membekas bahkan hingga sekarang. Wakil Rektor 3 Unesa yang dosen FIO (Fakultas Ilmu Olahraga, peralihan FIK), membisikkan saya untuk tetap berjuang di penalaran mahasiswa FIO. Sudah banyak dosen-dosen muda yang paham pentingnya "gila" di bisang penalaran seperti yang saya lakukan. Tetapi Unesa masih mempercayai saya hingga saat ini. 

Senyum memang tidak mungkin selamanya menghiasi wajah, tetapi selalulah tersenyum dalam hati.,

Sabtu, 16 Januari 2021

Senyum

Tuhan mentakdirkan penempatan saya di Unesa tempat saya bekerja sebagai hamba kesepian yang harus meramaikan keadaan. Tahun 1999 ketika IKIP Negeri Surabaya (sebelum berubah tahun berikutnya menjadi Unversitas Negeri Surabaya) memanggil saya untuk menjadi punggawanya, senyum kecut sempat menghiasi wajah saya saat sepulang dari kantor pusat di Ketintang tempat pengumuman penerimaan dosen itu ditempel di kotak kaca berputar. Nama saya menyingkirkan setidaknya 8 orang teman se-almamater untuk mengabdi di IKIP. Kecutnya senyum saya membekas sampai menjelang naik angkot ke terminal Joyoboyo. Kecut karena membayangkan doa saya selama ini bisa mengajar di Unair (yang tahun itu belum membuka lowongan filsafat)...😅

Jadilah saya sebagai dosen filsafat di Fakultas Pendidikan Olahraga dan Kesehatan!

Kecut di senyum saya akhirnya saya buang jauh-jauh ke Yogyakarta. Saya ingin ambil jarak dulu dengan kejengahan koridor keilmuan di tempat baru itu. Setahun lebih saya menjadi alien di FPOK - yang kini jadi FIO setelah FIK - sambil menularkan idealisme asing ke mahasiswa-mahasiswa baru di situ, meski terseok-seok dan berkali-kali gagal. Refleksi saya: gagal karena saya tidak PD dan masih selalu merasa aura alien di sosok saya. Tahun 2002 akhirnya saya disokong Indonesia dengan beasiswa kuliah di S2. 

Komputer adalah teknologi penyedia solusi kepribadian saya setelah itu. Saya - yang alien - mulai mendapat tempat di FIK (Fakultas Ilmu Keolahragaan), termasuk mengajari - informal - teman-teman dosen mulai dari cara menghapus karakter di PC hingga menggebuk virus-virus dengan AVG dan kawan-kawannya. Saat mengajar komputer di depan ruang kerja dekanat. Pembantu Dekan 1 FIO yang saat ini menjadi Rektor Unesa menugasi saya mengelola website FIK! Dosen Filsafat di kampus para pejuang olahraga menjadi tokohnya komputer. Senyum kecut saya membayang lagi mengingat ketidakkongruenan ilmu yang saya miliki dengan penempatan itu.

Kali ini bukan kecut-nya, tetapi senyumnya yang saya pikirkan. Sekecut apapun, saya sudah mulai merasa "diterima", "dibutuhkan". Hilanglah aura alien, perlahan mimikri menjadi sosok punggawa FIK. Konfidensi saya berlipat-lipat saat mengajar dan berinteraksi dengan semua orang - terutama mahasiswa. Jika tahun 1999 saya datang karena "undangan" konseptual pasca deklarasi ilmu keolahragaan sebagai ilmu mandiri di Indonesia, tahun 2003-2004 saya "diundang" karena komputer. Senyum kecut sudah berganti manis.. 😇



Senin, 17 Agustus 2020

Filsafat Ilmu (terjemahan dari Wikipedia: https://en.wikipedia.org/wiki/Philosophy_of_science)

Filsafat ilmu merupakan cabang ilmu filsafat yang mementingkan dasar-dasar, metode, dan implikasi ilmu. [1] Pertanyaan sentral dari studi ini menyangkut apa yang memenuhi syarat sebagai sains, keandalan teori-teori ilmiah, dan tujuan akhir sains. Disiplin ini tumpang tindih dengan metafisika, ontologi, dan epistemologi, misalnya, ketika mengeksplorasi hubungan antara sains dan kebenaran. Filsafat ilmu berfokus pada aspek ilmu metafisika, epistemik dan semantik. Masalah etika seperti bioetika dan kesalahan ilmiah sering dianggap sebagai studi etika atau sains daripada filsafat sains.

Tidak ada konsensus di antara para filsuf tentang banyak masalah utama yang berkaitan dengan filsafat sains, termasuk apakah sains dapat mengungkapkan kebenaran tentang hal-hal yang tidak dapat diamati dan apakah penalaran ilmiah dapat dibenarkan sama sekali. Selain pertanyaan umum tentang sains secara keseluruhan, filsuf sains mempertimbangkan masalah yang berlaku untuk sains tertentu (seperti biologi atau fisika). Beberapa filsuf sains juga menggunakan hasil kontemporer dalam sains untuk mencapai kesimpulan tentang filsafat itu sendiri.

Sementara pemikiran filosofis yang berkaitan dengan sains berawal setidaknya pada zaman Aristoteles, filsafat umum sains muncul sebagai disiplin ilmu yang berbeda hanya pada abad ke-20 setelah gerakan positivis logis, yang bertujuan untuk merumuskan kriteria untuk memastikan semua pernyataan filosofis ' kebermaknaan dan menilai mereka secara objektif. Charles Sanders Peirce dan Karl Popper pindah dari positivisme untuk menetapkan standar modern untuk metodologi ilmiah. Buku Thomas Kuhn 1962 The Structure of Scientific Revolutions juga formatif, menantang pandangan kemajuan ilmiah sebagai akuisisi pengetahuan kumulatif yang mantap berdasarkan metode tetap eksperimen sistematis dan sebaliknya menyatakan bahwa kemajuan apa pun relatif terhadap "paradigma," himpunan pertanyaan, konsep, dan praktik yang mendefinisikan disiplin ilmiah dalam periode sejarah tertentu. [2]

Selanjutnya, pendekatan koherentis untuk sains, di mana sebuah teori divalidasi jika masuk akal dari pengamatan sebagai bagian dari keseluruhan yang koheren, menjadi menonjol karena W.V. Quine dan lainnya. Beberapa pemikir seperti Stephen Jay Gould berusaha untuk mendasari sains dalam asumsi aksiomatik, seperti keseragaman alam. Sebagian kecil filsuf yang vokal, dan khususnya Paul Feyerabend, berpendapat bahwa tidak ada yang namanya "metode ilmiah", jadi semua pendekatan terhadap sains harus diizinkan, termasuk yang secara eksplisit bersifat supernatural. Pendekatan lain untuk berpikir tentang sains melibatkan mempelajari bagaimana pengetahuan diciptakan dari perspektif sosiologis, pendekatan yang diwakili oleh para sarjana seperti David Bloor dan Barry Barnes. Akhirnya, tradisi dalam filsafat kontinental mendekati sains dari perspektif analisis yang cermat atas pengalaman manusia.

Filsafat ilmu tertentu berkisar dari pertanyaan tentang sifat waktu yang diangkat oleh relativitas umum Einstein, hingga implikasi ekonomi bagi kebijakan publik. Tema sentralnya adalah apakah istilah-istilah dalam satu teori ilmiah dapat direduksi secara intra- atau antar-teori menjadi istilah-istilah yang lain. Artinya, dapatkah kimia direduksi menjadi fisika, atau dapatkah sosiologi direduksi menjadi psikologi individu? Pertanyaan umum filsafat ilmu juga muncul dengan kekhususan yang lebih besar dalam beberapa ilmu tertentu. Misalnya, pertanyaan tentang validitas penalaran ilmiah dilihat dalam kedok yang berbeda dalam dasar-dasar statistik. Pertanyaan tentang apa yang dianggap sebagai sains dan apa yang harus dikecualikan muncul sebagai masalah hidup atau mati dalam filsafat kedokteran. Selain itu, filosofi biologi, psikologi, dan ilmu sosial mengeksplorasi apakah studi ilmiah tentang sifat manusia dapat mencapai objektivitas atau pasti dibentuk oleh nilai-nilai dan hubungan sosial.

Filsafat ilmu merupakan cabang ilmu filsafat yang mementingkan dasar-dasar, metode, dan implikasi ilmu. [1] Pertanyaan sentral dari studi ini menyangkut apa yang memenuhi syarat sebagai sains, keandalan teori-teori ilmiah, dan tujuan akhir sains. Disiplin ini tumpang tindih dengan metafisika, ontologi, dan epistemologi, misalnya, ketika mengeksplorasi hubungan antara sains dan kebenaran. Filsafat ilmu berfokus pada aspek ilmu metafisika, epistemik dan semantik. Masalah etika seperti bioetika dan kesalahan ilmiah sering dianggap sebagai studi etika atau sains daripada filsafat sains.

Tidak ada konsensus di antara para filsuf tentang banyak masalah utama yang berkaitan dengan filsafat sains, termasuk apakah sains dapat mengungkapkan kebenaran tentang hal-hal yang tidak dapat diamati dan apakah penalaran ilmiah dapat dibenarkan sama sekali. Selain pertanyaan umum tentang sains secara keseluruhan, filsuf sains mempertimbangkan masalah yang berlaku untuk sains tertentu (seperti biologi atau fisika). Beberapa filsuf sains juga menggunakan hasil kontemporer dalam sains untuk mencapai kesimpulan tentang filsafat itu sendiri.

Sementara pemikiran filosofis yang berkaitan dengan sains berawal setidaknya pada zaman Aristoteles, filsafat umum sains muncul sebagai disiplin ilmu yang berbeda hanya pada abad ke-20 setelah gerakan positivis logis, yang bertujuan untuk merumuskan kriteria untuk memastikan semua pernyataan filosofis ' kebermaknaan dan menilai mereka secara objektif. Charles Sanders Peirce dan Karl Popper pindah dari positivisme untuk menetapkan standar modern untuk metodologi ilmiah. Buku Thomas Kuhn 1962 The Structure of Scientific Revolutions juga formatif, menantang pandangan kemajuan ilmiah sebagai akuisisi pengetahuan kumulatif yang mantap berdasarkan metode tetap eksperimen sistematis dan sebaliknya menyatakan bahwa kemajuan apa pun relatif terhadap "paradigma," himpunan pertanyaan, konsep, dan praktik yang mendefinisikan disiplin ilmiah dalam periode sejarah tertentu. [2]

Selanjutnya, pendekatan koherentis untuk sains, di mana sebuah teori divalidasi jika masuk akal dari pengamatan sebagai bagian dari keseluruhan yang koheren, menjadi menonjol karena W.V. Quine dan lainnya. Beberapa pemikir seperti Stephen Jay Gould berusaha untuk mendasari sains dalam asumsi aksiomatik, seperti keseragaman alam. Sebagian kecil filsuf yang vokal, dan khususnya Paul Feyerabend, berpendapat bahwa tidak ada yang namanya "metode ilmiah", jadi semua pendekatan terhadap sains harus diizinkan, termasuk yang secara eksplisit bersifat supernatural. Pendekatan lain untuk berpikir tentang sains melibatkan mempelajari bagaimana pengetahuan diciptakan dari perspektif sosiologis, pendekatan yang diwakili oleh para sarjana seperti David Bloor dan Barry Barnes. Akhirnya, tradisi dalam filsafat kontinental mendekati sains dari perspektif analisis yang cermat atas pengalaman manusia.


Isi

1. Perkenalan

    1.1 Mendefinisikan sains

    1.2 Penjelasan Ilmiah

    1.3 Membenarkan sains

    1.4 Pengamatan tidak dapat dipisahkan dari teori

    1.5 Tujuan sains

    1.6 Nilai dan sains

2 Sejarah

    2.1 Pramodern

    2.2 Modern

    2.3 Positivisme logis

    2.4 Thomas Kuhn

3 Pendekatan saat ini

    3.1 Asumsi aksiomatik naturalisme

    3.2 Koherentisme

    3.3 Metodologi apapun berjalan

    3.4 Sosiologi metodologi pengetahuan ilmiah

    3.5 Filsafat Kontinental

4 Topik lainnya

    4.1 Reduksionisme

    4.2 Akuntabilitas sosial

5 Filsafat ilmu tertentu

    5.1 Filsafat statistik

    5.2 Filsafat matematika

    5.3 Filsafat fisika

    5.4 Filsafat kimia

    5.5 Filsafat ilmu kebumian

    5.6 Filsafat biologi

    5.7 Filsafat kedokteran

    5.8 Filsafat psikologi

    5.9 Filsafat psikiatri

    5.10 Filsafat ekonomi

    5.11 Filsafat ilmu sosial

......

pengantar

Mendefinisikan sains

Artikel utama: Masalah demarkasi


Pembedaan antara sains dan non-sains disebut sebagai masalah demarkasi. Misalnya, haruskah psikoanalisis dianggap sebagai sains? Bagaimana dengan ilmu penciptaan, hipotesis multiverse inflasi, atau makroekonomi? Karl Popper menyebut ini pertanyaan sentral dalam filsafat sains. [3] Namun, tidak ada catatan terpadu tentang masalah ini yang diterima di antara para filsuf, dan beberapa menganggap masalah itu tidak terpecahkan atau tidak menarik. [4] [5] Martin Gardner berpendapat untuk penggunaan standar Potter Stewart ("Saya tahu ketika saya melihatnya") untuk mengenali pseudosain. [6]


Upaya awal oleh positivis logis mendasarkan sains dalam observasi sementara non-sains adalah non-observasi dan karenanya tidak berarti. [7] Popper berargumen bahwa properti utama sains adalah falsifiability. Artinya, setiap klaim yang benar-benar ilmiah dapat dibuktikan salah, setidaknya secara prinsip. [8]


Sebuah bidang studi atau spekulasi yang menyamar sebagai sains dalam upaya untuk mengklaim legitimasi yang tidak dapat dicapai dengan cara lain disebut sebagai pseudosains, sains pinggiran, atau sains sampah. [9] Fisikawan Richard Feynman menciptakan istilah "ilmu kultus kargo" untuk kasus-kasus di mana para peneliti percaya bahwa mereka melakukan sains karena aktivitas mereka memiliki tampilan luar tetapi sebenarnya tidak memiliki "jenis kejujuran" yang memungkinkan hasil mereka dievaluasi secara ketat. [ 10]


Penjelasan Ilmiah

Artikel utama: Penjelasan Ilmiah

Sebuah pertanyaan yang terkait erat adalah apa yang dianggap sebagai penjelasan ilmiah yang baik. Selain memberikan prediksi tentang peristiwa yang akan datang, masyarakat seringkali menggunakan teori ilmiah untuk memberikan penjelasan atas peristiwa yang terjadi secara rutin atau sudah terjadi. Para filsuf telah menyelidiki kriteria yang dengannya teori ilmiah dapat dikatakan berhasil menjelaskan suatu fenomena, serta apa artinya mengatakan teori ilmiah memiliki kekuatan penjelas.


Salah satu penjelasan awal dan berpengaruh dari penjelasan ilmiah adalah model nomologis deduktif. Dikatakan bahwa penjelasan ilmiah yang berhasil harus menyimpulkan terjadinya fenomena tersebut dari hukum ilmiah. [11] Pandangan ini telah menjadi sasaran kritik substansial, menghasilkan beberapa contoh tandingan yang diakui secara luas. [12] Sangat menantang untuk mengkarakterisasi apa yang dimaksud dengan penjelasan ketika hal yang akan dijelaskan tidak dapat disimpulkan dari hukum mana pun karena itu adalah masalah kebetulan, atau tidak dapat diprediksi secara sempurna dari apa yang diketahui. Wesley Salmon mengembangkan model di mana penjelasan ilmiah yang baik harus relevan secara statistik dengan hasil yang akan dijelaskan. [13] [14] Yang lain berpendapat bahwa kunci penjelasan yang baik adalah menyatukan fenomena yang berbeda atau menyediakan mekanisme sebab akibat. [14]

Membenarkan ilmu

Artikel utama: Masalah induksi


Meskipun sering diterima begitu saja, sama sekali tidak jelas bagaimana seseorang dapat menyimpulkan validitas pernyataan umum dari sejumlah contoh spesifik atau menyimpulkan kebenaran teori dari serangkaian tes yang berhasil. [15] Misalnya, seekor ayam mengamati bahwa setiap pagi peternak datang dan memberinya makan, selama ratusan hari berturut-turut. Oleh karena itu, ayam dapat menggunakan penalaran induktif untuk menyimpulkan bahwa peternak akan membawa makanan setiap pagi. Namun, suatu pagi, peternak datang dan membunuh ayamnya. Bagaimana penalaran ilmiah lebih bisa dipercaya daripada penalaran ayam?


Salah satu pendekatannya adalah mengakui bahwa induksi tidak dapat mencapai kepastian, tetapi mengamati lebih banyak contoh dari pernyataan umum setidaknya dapat membuat pernyataan umum lebih mungkin. Jadi sebaiknya ayam menyimpulkan dari semua pagi itu bahwa kemungkinan besar peternak akan datang dengan membawa makanan lagi keesokan paginya, meskipun tidak bisa dipastikan. Namun, masih ada pertanyaan sulit tentang proses menafsirkan bukti yang diberikan menjadi kemungkinan bahwa pernyataan umum itu benar. Salah satu jalan keluar dari kesulitan khusus ini adalah dengan menyatakan bahwa semua keyakinan tentang teori ilmiah bersifat subjektif, atau personal, dan penalaran yang benar hanyalah tentang bagaimana bukti harus mengubah keyakinan subjektif seseorang dari waktu ke waktu. [15]


Beberapa orang berpendapat bahwa apa yang para ilmuwan lakukan sama sekali bukanlah penalaran induktif melainkan penalaran abduktif, atau kesimpulan untuk penjelasan terbaik. Dalam akun ini, sains bukan tentang menggeneralisasi contoh-contoh spesifik tetapi lebih tentang menghipotesiskan penjelasan untuk apa yang diamati. Seperti dibahas di bagian sebelumnya, tidak selalu jelas apa yang dimaksud dengan "penjelasan terbaik". Pisau cukur Ockham, yang menasihati pemilihan penjelasan paling sederhana yang tersedia, memainkan peran penting dalam beberapa versi pendekatan ini. Untuk kembali ke contoh ayam, apakah lebih sederhana untuk menganggap bahwa peternak peduli tentangnya dan akan terus merawatnya tanpa batas waktu atau bahwa peternak menggemukkannya untuk disembelih? Filsuf telah mencoba membuat prinsip heuristik ini lebih tepat dalam hal kesederhanaan teoretis atau ukuran lainnya. Namun, meskipun berbagai ukuran kesederhanaan telah diajukan sebagai kandidat potensial, secara umum diterima bahwa tidak ada yang namanya ukuran kesederhanaan yang tidak bergantung pada teori. Dengan kata lain, tampaknya ada banyak ukuran kesederhanaan yang berbeda karena ada teori itu sendiri, dan tugas memilih antara ukuran kesederhanaan tampaknya sama bermasalahnya dengan pekerjaan memilih di antara teori. [16] Nicholas Maxwell telah berargumen selama beberapa dekade bahwa kesatuan daripada kesederhanaan adalah faktor non-empiris kunci dalam mempengaruhi pilihan teori dalam sains, preferensi terus-menerus untuk teori terpadu yang pada dasarnya melakukan sains untuk menerima tesis metafisik tentang kesatuan di alam. Untuk memperbaiki tesis bermasalah ini, perlu direpresentasikan dalam bentuk hierarki tesis, setiap tesis menjadi lebih substansial seiring naiknya hierarki. [17]

Pengamatan tidak terlepas dari teori

Saat melakukan observasi, ilmuwan melihat melalui teleskop, mempelajari gambar pada layar elektronik, merekam pembacaan meteran, dan sebagainya. Secara umum, pada tingkat dasar, mereka dapat menyetujui apa yang mereka lihat, misalnya, termometer menunjukkan 37,9 derajat C. Tetapi, jika para ilmuwan ini memiliki gagasan berbeda tentang teori yang telah dikembangkan untuk menjelaskan pengamatan dasar ini, mereka mungkin tidak setuju tentang apa mereka sedang mengamati. Misalnya, sebelum teori relativitas umum Albert Einstein, para pengamat kemungkinan akan menafsirkan gambar salib Einstein sebagai lima objek berbeda di ruang angkasa. Mengingat teori itu, bagaimanapun, para astronom akan memberi tahu Anda bahwa sebenarnya hanya ada dua objek, satu di tengah dan empat gambar berbeda dari objek kedua di sekitar sisi. Alternatifnya, jika ilmuwan lain mencurigai ada sesuatu yang salah dengan teleskop dan hanya satu objek yang benar-benar diamati, mereka bekerja di bawah teori lain. Pengamatan yang tidak dapat dipisahkan dari interpretasi teoritis dikatakan sarat teori. [18]


Semua observasi melibatkan persepsi dan kognisi. Artinya, seseorang tidak melakukan pengamatan secara pasif, melainkan secara aktif terlibat dalam membedakan fenomena yang diamati dari data sensorik sekitarnya. Oleh karena itu, pengamatan dipengaruhi oleh pemahaman mendasar seseorang tentang cara dunia berfungsi, dan pemahaman tersebut dapat memengaruhi apa yang dirasakan, diperhatikan, atau dianggap layak dipertimbangkan. Dalam pengertian ini, dapat dikatakan bahwa semua observasi sarat dengan teori. [18]


Tujuan sains

Lihat juga: Realisme Ilmiah dan Instrumentalisme

Haruskah sains bertujuan untuk menentukan kebenaran tertinggi, atau adakah pertanyaan yang tidak dapat dijawab sains? Para realis ilmiah mengklaim bahwa sains bertujuan kebenaran dan bahwa seseorang harus menganggap teori ilmiah sebagai benar, mendekati benar, atau kemungkinan besar benar. Sebaliknya, anti-realis ilmiah berpendapat bahwa sains tidak bertujuan (atau setidaknya tidak berhasil) pada kebenaran, terutama kebenaran tentang hal-hal yang tidak dapat diamati seperti elektron atau alam semesta lain. [19] Para instrumentalis berpendapat bahwa teori-teori ilmiah seharusnya hanya dievaluasi apakah berguna. Dalam pandangan mereka, benar atau tidaknya teori itu tidak penting, karena tujuan sains adalah untuk membuat prediksi dan memungkinkan teknologi yang efektif.


Kaum realis sering menunjuk pada keberhasilan teori-teori ilmiah mutakhir sebagai bukti kebenaran (atau mendekati kebenaran) dari teori-teori terkini. [20] [21] Para antirealis menunjuk pada banyak teori palsu dalam sejarah sains, [22] [23] moral epistemik, [24] keberhasilan asumsi pemodelan yang salah, [25] atau kritik postmodern yang secara luas disebut objektivitas sebagai bukti melawan realisme ilmiah. [ 20] Antirealis berusaha menjelaskan keberhasilan teori ilmiah tanpa mengacu pada kebenaran. [26] Beberapa antirealis mengklaim bahwa teori ilmiah bertujuan untuk menjadi akurat hanya tentang objek yang dapat diamati dan berpendapat bahwa keberhasilan mereka terutama dinilai oleh kriteria itu. [24]

Nilai dan sains

Nilai bersinggungan dengan sains dalam berbagai cara. Ada nilai epistemik yang menjadi pedoman utama penelitian ilmiah. Usaha ilmiah tertanam dalam budaya dan nilai tertentu melalui praktisi individu. Nilai-nilai muncul dari ilmu pengetahuan, baik sebagai produk maupun proses dan dapat didistribusikan di antara beberapa budaya di masyarakat.


Jika tidak jelas apa yang dianggap sebagai sains, bagaimana proses mengkonfirmasi teori bekerja, dan apa tujuan sains, ada cakupan yang cukup besar untuk nilai-nilai dan pengaruh sosial lainnya untuk membentuk sains. Memang, nilai dapat memainkan peran mulai dari menentukan penelitian mana yang didanai hingga memengaruhi teori mana yang mencapai konsensus ilmiah. [27] Misalnya, pada abad ke-19, nilai-nilai budaya yang dipegang oleh para ilmuwan tentang ras membentuk penelitian tentang evolusi, dan nilai-nilai tentang kelas sosial memengaruhi perdebatan tentang frenologi (dianggap ilmiah pada saat itu). [28] Filsuf feminis sains, sosiolog sains, dan lainnya mengeksplorasi bagaimana nilai-nilai sosial memengaruhi sains.


Sejarah

Lihat pula: Sejarah metode ilmiah, Sejarah sains, dan Sejarah filsafat

Pra-modern

Asal-usul filsafat ilmu melacak kembali ke Plato dan Aristoteles [29] yang membedakan bentuk-bentuk perkiraan dan penalaran yang tepat, menetapkan skema tiga kali lipat dari kesimpulan abduktif, deduktif, dan induktif, dan juga menganalisis penalaran dengan analogi. Polymath Arab abad kesebelas Ibn al-Haytham (dikenal dalam bahasa Latin sebagai Alhazen) melakukan penelitiannya di bidang optik dengan cara pengujian eksperimental terkontrol dan geometri terapan, terutama dalam penyelidikannya terhadap gambar yang dihasilkan dari pantulan dan pembiasan cahaya. Roger Bacon (1214–1294), seorang pemikir dan eksperimen Inggris yang sangat dipengaruhi oleh al-Haytham, diakui oleh banyak orang sebagai bapak metode ilmiah modern. [30] Pandangannya bahwa matematika sangat penting untuk pemahaman yang benar tentang filsafat alam dianggap 400 tahun sebelumnya. [31]

Modern

Francis Bacon (tidak ada hubungan langsung dengan Roger, yang hidup 300 tahun sebelumnya) adalah seorang tokoh penting dalam filsafat sains pada masa Revolusi Ilmiah. Dalam karyanya Novum Organum (1620) —singgungan dengan Aristoteles Organon — Bacon menguraikan sistem logika baru untuk memperbaiki proses filosofis lama silogisme. Metode Bacon mengandalkan sejarah eksperimental untuk menghilangkan teori alternatif. [32] Pada tahun 1637, René Descartes menetapkan kerangka kerja baru untuk mendasarkan pengetahuan ilmiah dalam risalahnya, Discourse on Method, yang menganjurkan peran sentral akal sebagai lawan dari pengalaman indrawi. Sebaliknya, pada 1713, edisi ke-2 dari Isaac Newton's Philosophiae Naturalis Principia Mathematica menyatakan bahwa "... hipotesis ... tidak memiliki tempat dalam filsafat eksperimental. Dalam filsafat ini [,] proposisi disimpulkan dari fenomena dan diterjemahkan secara umum dengan induksi . "[33] Bagian ini mempengaruhi" generasi berikutnya dari pembaca yang cenderung filosofis untuk mengumumkan larangan hipotesis kausal dalam filsafat alam. "[33] Secara khusus, kemudian di abad ke-18, David Hume terkenal akan mengartikulasikan skeptisisme tentang kemampuan ilmu untuk menentukan kausalitas dan memberikan rumusan yang pasti dari masalah induksi. Tulisan John Stuart Mill abad ke-19 juga dianggap penting dalam pembentukan konsepsi terkini tentang metode ilmiah, serta mengantisipasi catatan penjelasan ilmiah selanjutnya. [34]


Positivisme logis

Artikel utama: Positivisme logis

Instrumentalisme menjadi populer di kalangan fisikawan sekitar pergantian abad ke-20, setelah itu positivisme logis mendefinisikan bidang tersebut selama beberapa dekade. Positivisme logis hanya menerima pernyataan yang dapat diuji sebagai bermakna, menolak interpretasi metafisik, dan merangkul verifikasiisme (seperangkat teori pengetahuan yang menggabungkan logikaisme, empirisme, dan linguistik ke filosofi dasar atas dasar yang konsisten dengan contoh dari ilmu empiris). Berusaha merombak semua filsafat dan mengubahnya menjadi filsafat ilmiah baru, [35] Lingkaran Berlin dan Lingkaran Wina mengemukakan positivisme logis pada akhir 1920-an.


Menafsirkan filosofi awal bahasa Ludwig Wittgenstein, positivis logis mengidentifikasi prinsip verifiabilitas atau kriteria kebermaknaan kognitif. Dari logikaisme Bertrand Russell, mereka mencari reduksi matematika menjadi logika. Mereka juga menganut atomisme logis Russell, fenomenalisme Ernst Mach — di mana pikiran hanya mengetahui pengalaman indrawi aktual atau potensial, yang merupakan isi dari semua ilmu, baik fisika maupun psikologi — dan operasionalisme Percy Bridgman. Dengan demikian, hanya yang dapat diverifikasi yang ilmiah dan bermakna secara kognitif, sedangkan yang tidak dapat diverifikasi adalah "pseudostatements" yang tidak ilmiah, secara kognitif tidak berarti — metafisik, emosi, atau semacamnya — tidak layak untuk ditinjau lebih lanjut oleh para filsuf, yang baru ditugaskan untuk mengatur pengetahuan daripada mengembangkan pengetahuan baru .


Positivisme logis biasanya digambarkan mengambil posisi ekstrem bahwa bahasa ilmiah tidak boleh merujuk pada sesuatu yang tidak dapat diamati — bahkan gagasan inti yang tampaknya merupakan kausalitas, mekanisme, dan prinsip — tetapi itu berlebihan. Pembicaraan tentang hal-hal yang tidak dapat diamati seperti itu dapat diizinkan sebagai metafora — pengamatan langsung dilihat secara abstrak — atau paling buruk metafisik atau emosional. Hukum teoretis akan direduksi menjadi hukum empiris, sementara istilah teoretis akan mendapatkan makna dari istilah observasi melalui aturan korespondensi. Matematika dalam fisika akan direduksi menjadi logika simbolik melalui logikaisme, sementara rekonstruksi rasional akan mengubah bahasa biasa menjadi padanan standar, semua jaringan dan disatukan oleh sintaks logis. Sebuah teori ilmiah akan dinyatakan dengan metode verifikasinya, di mana kalkulus logis atau operasi empiris dapat memverifikasi kepalsuan atau kebenarannya.


Pada akhir tahun 1930-an, positivis logis melarikan diri dari Jerman dan Austria ke Inggris dan Amerika. Pada saat itu, banyak yang telah menggantikan fenomenalisme Mach dengan fisikisme Otto Neurath, dan Rudolf Carnap berusaha mengganti verifikasi dengan konfirmasi sederhana. Dengan berakhirnya Perang Dunia II pada tahun 1945, positivisme logis menjadi lebih lembut, empirisme logis, sebagian besar dipimpin oleh Carl Hempel, di Amerika, yang menguraikan model hukum penutup penjelasan ilmiah sebagai cara untuk mengidentifikasi bentuk penjelasan logis tanpa merujuk pada tersangka. gagasan tentang "penyebab". Gerakan positivis logis menjadi fondasi utama filsafat analitik, [36] dan mendominasi filsafat Anglosfer, termasuk filsafat sains, sementara mempengaruhi sains, hingga 1960-an. Namun gerakan tersebut gagal untuk menyelesaikan masalah utamanya, [37] [38] [39] dan doktrinnya semakin banyak diserang. Namun demikian, itu membawa pembentukan filsafat sains sebagai subdisiplin filsafat yang berbeda, dengan Carl Hempel memainkan peran kunci. [40]

    Thomas Kuhn

    Artikel utama: Struktur Revolusi Ilmiah

    Dalam buku The Structure of Scientific Revolutions tahun 1962, Thomas Kuhn mengemukakan bahwa proses observasi dan evaluasi berlangsung dalam paradigma, "potret" dunia yang konsisten secara logis yang konsisten dengan pengamatan yang dilakukan dari pembingkaiannya. Paradigma juga mencakup serangkaian pertanyaan dan praktik yang mendefinisikan disiplin ilmu. Dia mencirikan sains normal sebagai proses observasi dan "pemecahan teka-teki" yang terjadi dalam paradigma, sedangkan sains revolusioner terjadi ketika satu paradigma menyusul paradigma lain dalam pergeseran paradigma. [41]


    Kuhn menyangkal bahwa ada kemungkinan untuk mengisolasi hipotesis yang sedang diuji dari pengaruh teori yang menjadi dasar observasi, dan dia berpendapat bahwa tidak mungkin untuk mengevaluasi paradigma yang bersaing secara independen. Lebih dari satu konstruksi yang konsisten secara logis dapat melukiskan kemiripan yang dapat digunakan dari dunia, tetapi tidak ada landasan bersama untuk mengadu dua satu sama lain, teori melawan teori. Setiap paradigma memiliki pertanyaan, tujuan, dan interpretasi yang berbeda. Tidak ada satupun yang memberikan standar untuk menilai yang lain, jadi tidak ada cara yang jelas untuk mengukur kemajuan ilmiah lintas paradigma.


    Bagi Kuhn, pilihan paradigma ditopang oleh proses rasional, tetapi tidak pada akhirnya ditentukan oleh mereka. Pilihan antara paradigma melibatkan pengaturan dua atau lebih "potret" terhadap dunia dan memutuskan kemiripan mana yang paling menjanjikan. Bagi Kuhn, penerimaan atau penolakan suatu paradigma adalah proses sosial sekaligus proses logis. Posisi Kuhn, bagaimanapun, bukanlah salah satu relativisme. [42] Menurut Kuhn, pergeseran paradigma terjadi ketika sejumlah besar anomali observasi muncul dalam paradigma lama dan paradigma baru memahaminya. Artinya, pemilihan paradigma baru didasarkan pada observasi, padahal observasi tersebut dilakukan dengan latar belakang paradigma lama.


    Pendekatan saat ini

    Asumsi aksiomatik naturalisme

    Semua studi ilmiah pasti dibangun di atas setidaknya beberapa asumsi penting yang belum teruji oleh proses ilmiah. [43] [44] Kuhn setuju bahwa semua sains didasarkan pada agenda yang disetujui dari asumsi yang tidak dapat dibuktikan tentang karakter alam semesta, bukan hanya pada fakta empiris. Asumsi-asumsi ini — sebuah paradigma — terdiri dari kumpulan keyakinan, nilai, dan teknik yang dianut oleh komunitas ilmiah tertentu, yang melegitimasi sistem mereka dan menetapkan batasan untuk penyelidikan mereka. [45] Bagi naturalis, alam adalah satu-satunya realitas, satu-satunya paradigma. Tidak ada yang namanya 'supernatural'. Metode ilmiah akan digunakan untuk menyelidiki semua realitas. [46]

    Naturalisme adalah filosofi implisit dari para ilmuwan yang bekerja. [47] Asumsi dasar berikut diperlukan untuk membenarkan metode ilmiah. [48]


  1. bahwa ada realitas objektif yang dimiliki oleh semua pengamat rasional. [48] [49] "Basis rasionalitas adalah penerimaan realitas objektif eksternal." [50] "Realitas objektif jelas merupakan hal yang esensial jika kita ingin mengembangkan perspektif yang bermakna tentang dunia. Namun demikian keberadaannya diasumsikan." "Keyakinan kami bahwa realitas obyektif ada adalah asumsi yang muncul dari dunia nyata di luar diri kita sendiri. Sebagai bayi, kita membuat asumsi ini secara tidak sadar. Orang dengan senang hati membuat asumsi yang menambah makna sensasi dan perasaan kita, daripada hidup dengan solipsisme. "[51] Tanpa asumsi ini, hanya akan ada pikiran dan gambaran dalam pikiran kita sendiri (yang akan menjadi satu-satunya pikiran yang ada) dan tidak akan ada kebutuhan ilmu pengetahuan, atau yang lainnya." [52]
  2. bahwa realitas obyektif ini diatur oleh hukum-hukum alam; [48] [49] "Sains, setidaknya hari ini, mengasumsikan bahwa alam semesta mematuhi prinsip-prinsip yang dapat diketahui yang tidak bergantung pada waktu atau tempat, atau pada parameter subjektif seperti apa yang kita pikirkan , tahu atau bagaimana kita berperilaku. "[50] Hugh Gauch berpendapat bahwa ilmu pengetahuan mengandaikan bahwa" dunia fisik teratur dan dapat dipahami. "[53]
  3. kenyataan itu dapat ditemukan melalui observasi dan eksperimen sistematis. [48] [49] Stanley Sobottka berkata, "Asumsi tentang realitas eksternal diperlukan agar sains berfungsi dan berkembang. Sebagian besar, sains adalah menemukan dan menjelaskan dunia luar." [52] "Sains berusaha menghasilkan pengetahuan yang universal. dan seobjektif mungkin dalam bidang pemahaman manusia. "[50]
  4. bahwa Alam memiliki hukum yang seragam dan sebagian besar, jika tidak semua hal di alam harus memiliki setidaknya penyebab alami. [49] Ahli biologi Stephen Jay Gould merujuk pada dua proposisi yang terkait erat ini sebagai keteguhan hukum alam dan operasi proses yang diketahui. [54] Simpson setuju bahwa aksioma keseragaman hukum, sebuah postulat yang tidak dapat dibuktikan, diperlukan agar para ilmuwan mengekstrapolasi kesimpulan induktif ke dalam masa lalu yang tidak dapat diamati untuk mempelajarinya secara bermakna. [55]
  5. bahwa prosedur eksperimental akan dilakukan dengan memuaskan tanpa kesalahan yang disengaja atau tidak disengaja yang akan mempengaruhi hasil. [49]
  6. bahwa peneliti tidak akan secara signifikan bias oleh praduga mereka. [49]
  7. bahwa pengambilan sampel secara acak mewakili seluruh populasi. [49] Sampel acak sederhana (SRS) adalah opsi probabilistik paling dasar yang digunakan untuk membuat sampel dari suatu populasi. Manfaat SRS adalah bahwa penyidik ​​dijamin untuk memilih sampel yang mewakili populasi yang memastikan kesimpulan yang valid secara statistik. [56]
  8. Koherentisme

    Artikel utama: Koherentisme

    Berbeda dengan pandangan bahwa sains bertumpu pada asumsi dasar, koherentisme menegaskan bahwa pernyataan dibenarkan dengan menjadi bagian dari sistem yang koheren. Atau, lebih tepatnya, pernyataan individu tidak dapat divalidasi sendiri: hanya sistem yang koheren dapat dibenarkan. [57] Prediksi transit Venus dibenarkan karena koheren dengan keyakinan yang lebih luas tentang mekanika angkasa dan pengamatan sebelumnya. Sebagaimana dijelaskan di atas, observasi adalah tindakan kognitif. Artinya, hal itu bergantung pada pemahaman yang sudah ada sebelumnya, seperangkat keyakinan yang sistematis. Pengamatan transit Venus membutuhkan sejumlah besar keyakinan tambahan, seperti yang menggambarkan optik teleskop, mekanisme dudukan teleskop, dan pemahaman tentang mekanika angkasa. Jika prediksi gagal dan transit tidak diamati, kemungkinan akan terjadi penyesuaian dalam sistem, perubahan dalam beberapa asumsi tambahan, daripada penolakan sistem teoritis. [Rujukan?]


    Faktanya, menurut tesis Duhem – Quine, setelah Pierre Duhem dan W.V. Quine, tidak mungkin menguji teori secara terpisah. [58] Seseorang harus selalu menambahkan hipotesis tambahan untuk membuat prediksi yang dapat diuji. Misalnya, untuk menguji Hukum Gravitasi Newton di tata surya, diperlukan informasi tentang massa dan posisi Matahari serta semua planet. Yang terkenal, kegagalan memprediksi orbit Uranus pada abad ke-19 tidak menyebabkan penolakan terhadap Hukum Newton, melainkan penolakan hipotesis bahwa tata surya hanya terdiri dari tujuh planet. Penyelidikan selanjutnya mengarah pada penemuan planet kedelapan, Neptunus. Jika tes gagal, ada yang salah. Tapi ada masalah dalam mencari tahu apa itu: planet yang hilang, peralatan uji yang dikalibrasi dengan buruk, kelengkungan ruang yang tidak terduga, atau yang lainnya. [Rujukan?]


    Salah satu konsekuensi dari tesis Duhem-Quine adalah bahwa seseorang dapat membuat teori apa pun kompatibel dengan observasi empiris apa pun dengan menambahkan sejumlah hipotesis ad hoc yang sesuai. Karl Popper menerima tesis ini, menuntunnya untuk menolak pemalsuan yang naif. Sebaliknya, ia lebih menyukai pandangan "survival of the fittest" di mana teori-teori ilmiah yang paling dapat dipalsukan lebih disukai. [59]


    Apapun bisa metodologi

    Artikel utama: Anarkisme epistemologis


    Paul Karl Feyerabend

    Paul Feyerabend (1924-1994) berpendapat bahwa tidak ada deskripsi metode ilmiah yang cukup luas untuk mencakup semua pendekatan dan metode yang digunakan oleh ilmuwan, dan bahwa tidak ada aturan metodologis yang berguna dan bebas pengecualian yang mengatur kemajuan sains. Dia berargumen bahwa "satu-satunya prinsip yang tidak menghambat kemajuan adalah: apapun bisa". [60]


    Feyerabend mengatakan bahwa sains dimulai sebagai gerakan yang membebaskan, tetapi seiring waktu ilmu itu menjadi semakin dogmatis dan kaku serta memiliki beberapa ciri yang menindas, dan dengan demikian semakin menjadi sebuah ideologi. Karena itu, menurutnya, tidak mungkin menemukan cara yang tidak ambigu untuk membedakan sains dari agama, sihir, atau mitologi. Dia melihat dominasi eksklusif sains sebagai alat untuk mengarahkan masyarakat sebagai otoriter dan tidak berdasar. [60] Pemberlakuan anarkisme epistemologis ini membuat Feyerabend mendapat gelar "musuh terburuk sains" dari para pengkritiknya. [61]


    Sosiologi metodologi pengetahuan ilmiah

    Artikel utama: Sosiologi pengetahuan ilmiah

    Menurut Kuhn, ilmu pengetahuan secara inheren merupakan aktivitas komunal yang hanya bisa dilakukan sebagai bagian dari suatu komunitas. [62] Baginya, perbedaan mendasar antara sains dan disiplin lain adalah cara komunitas berfungsi. Yang lain, terutama Feyerabend dan beberapa pemikir post-modernis, berpendapat bahwa tidak ada perbedaan yang cukup antara praktik sosial dalam sains dan disiplin lain untuk mempertahankan perbedaan ini. Bagi mereka, faktor sosial memiliki peran penting dan langsung dalam metode ilmiah, tetapi tidak menjadi pembeda sains dari disiplin ilmu lain. Dalam hal ini, ilmu pengetahuan dikonstruksi secara sosial, meskipun hal ini tidak selalu menyiratkan gagasan yang lebih radikal bahwa realitas itu sendiri adalah konstruksi sosial.


    Namun, beberapa (seperti Quine) mempertahankan bahwa realitas ilmiah adalah konstruksi sosial:


    Objek fisik secara konseptual diimpor ke dalam situasi sebagai perantara yang nyaman bukan berdasarkan definisi dalam hal pengalaman, tetapi hanya sebagai posisi yang tidak dapat direduksi yang sebanding, secara epistemologis, dengan dewa-dewa Homer ... Untuk bagian saya, saya lakukan, fisikawan awam, percaya pada objek fisik dan bukan pada dewa-dewa Homer; dan saya menganggapnya sebagai kesalahan ilmiah untuk mempercayai sebaliknya. Tetapi dalam hal pijakan epistemologis, objek fisik dan dewa hanya berbeda dalam tingkat dan bukan jenis. Kedua jenis entitas memasuki konsepsi kita hanya sebagai posisi budaya. [63]


    Reaksi publik para ilmuwan terhadap pandangan seperti itu, terutama pada tahun 1990-an, dikenal sebagai perang sains. [64]


    Perkembangan besar dalam beberapa dekade terakhir adalah studi tentang pembentukan, struktur, dan evolusi komunitas ilmiah oleh sosiolog dan antropolog - termasuk David Bloor, Harry Collins, Bruno Latour, Ian Hacking, dan Anselm Strauss. Konsep dan metode (seperti pilihan rasional, pilihan sosial atau teori permainan) dari ekonomi juga telah diterapkan [oleh siapa?] Untuk memahami efisiensi komunitas ilmiah dalam produksi pengetahuan. Bidang interdisipliner ini kemudian dikenal sebagai studi sains dan teknologi. [65] Di sini pendekatan filsafat sains adalah mempelajari bagaimana sebenarnya komunitas ilmiah beroperasi.


    Filsafat Kontinental

    Filsuf dalam tradisi filosofis kontinental tidak secara tradisional dikategorikan [oleh siapa?] Sebagai filsuf sains. Namun, mereka banyak bicara tentang sains, beberapa di antaranya telah mengantisipasi tema dalam tradisi analitis. Misalnya, Friedrich Nietzsche mengajukan tesis dalam The Genealogy of Morals (1887) bahwa motif untuk mencari kebenaran dalam sains adalah semacam cita-cita pertapa. [66]

    Secara umum, filsafat kontinental memandang sains dari perspektif sejarah-dunia. Georg Wilhelm Friedrich Hegel (1770-1831) menjadi salah satu filsuf pertama yang mendukung pandangan ini. Filsuf seperti Pierre Duhem (1861-1916) dan Gaston Bachelard (1884-1962) juga menulis karya mereka dengan pendekatan sejarah dunia terhadap sains, mendahului karya Kuhn '1962 oleh satu generasi atau lebih. Semua pendekatan ini melibatkan peralihan historis dan sosiologis ke sains, dengan prioritas pada pengalaman hidup (semacam "dunia kehidupan" Husserlian), daripada pendekatan berbasis kemajuan atau anti-historis seperti yang ditekankan dalam tradisi analitik. Orang dapat melacak alur pemikiran benua ini melalui fenomenologi Edmund Husserl (1859-1938), karya-karya akhir Merleau-Ponty (Nature: Course Notes from the Collège de France, 1956-1960), dan hermeneutika Martin Heidegger ( 1889-1976). [67]


    Pengaruh terbesar pada tradisi kontinental sehubungan dengan sains datang dari kritik Martin Heidegger terhadap sikap teoritis secara umum, yang tentunya mencakup sikap ilmiah. [68] Karena alasan ini, tradisi kontinental tetap jauh lebih skeptis terhadap pentingnya sains dalam kehidupan manusia dan dalam penyelidikan filosofis. Meskipun demikian, ada sejumlah karya penting: terutama karya pendahulu Kuhnian, Alexandre Koyré (1892-1964). Perkembangan penting lainnya adalah analisis Michel Foucault tentang pemikiran historis dan ilmiah dalam The Order of Things (1966) dan studinya tentang kekuasaan dan korupsi dalam "ilmu" kegilaan. [69] Penulis pasca-Heidegger yang berkontribusi pada filsafat ilmu kontinental di paruh kedua abad ke-20 termasuk Jürgen Habermas (misalnya, Kebenaran dan Pembenaran, 1998), Carl Friedrich von Weizsäcker (The Unity of Nature, 1980; Jerman: Die Einheit der Natur ( 1971)), dan Wolfgang Stegmüller (Probleme und Resultate der Wissenschafttheorie und Analytischen Philosophie, 1973–1986).

    Topik lainnya

    Reduksionisme

    Analisis adalah kegiatan memecah pengamatan atau teori menjadi konsep yang lebih sederhana untuk memahaminya. Reduksionisme dapat merujuk pada salah satu dari beberapa posisi filosofis yang terkait dengan pendekatan ini. Salah satu jenis reduksionisme adalah doktrin bahwa fenomena dapat diterima oleh penjelasan ilmiah pada tingkat analisis dan penyelidikan yang lebih rendah. Mungkin sebuah peristiwa sejarah dapat dijelaskan dalam istilah sosiologis dan psikologis, yang pada gilirannya dapat dijelaskan dalam istilah fisiologi manusia, yang pada gilirannya dapat dijelaskan dalam istilah kimia dan fisika. [70] Daniel Dennett membedakan reduksionisme yang sah dari apa yang dia sebut reduksionisme serakah, yang menyangkal kompleksitas nyata dan melompat terlalu cepat ke generalisasi yang luas. [71]


    Akuntabilitas sosial

    Lihat juga: The Mismeasure of Man

    Masalah luas yang mempengaruhi netralitas sains menyangkut bidang-bidang yang dipilih sains untuk dieksplorasi, yaitu, bagian mana dari dunia dan manusia yang dipelajari oleh sains. Philip Kitcher dalam bukunya "Science, Truth, and Democracy" [72] berpendapat bahwa studi ilmiah yang mencoba untuk menunjukkan satu segmen populasi sebagai yang kurang cerdas, berhasil atau terbelakang secara emosional dibandingkan dengan yang lain memiliki efek umpan balik politik yang selanjutnya mengecualikan kelompok tersebut dari akses ke sains. Jadi studi semacam itu merusak konsensus luas yang diperlukan untuk sains yang baik dengan mengecualikan orang-orang tertentu, dan dengan demikian membuktikan diri mereka pada akhirnya tidak ilmiah.


    Filsafat ilmu tertentu

    Tidak ada yang namanya sains bebas filsafat; hanya ada sains yang muatan filosofisnya diambil tanpa pemeriksaan. [73]

      - Daniel Dennett, Ide Berbahaya Darwin, 1995


    Selain menjawab pertanyaan umum tentang sains dan induksi, banyak filsuf sains sibuk menyelidiki masalah-masalah mendasar dalam sains tertentu. Mereka juga memeriksa implikasi ilmu tertentu untuk pertanyaan filosofis yang lebih luas. Akhir abad ke-20 dan awal abad ke-21 telah menyaksikan peningkatan jumlah praktisi filsafat dari suatu ilmu tertentu. [74]


    Filsafat statistik

    Artikel utama: Filsafat statistik

    Masalah induksi yang dibahas di atas terlihat dalam bentuk lain dalam perdebatan tentang dasar-dasar statistik. [75] Pendekatan standar untuk pengujian hipotesis statistik menghindari klaim tentang apakah bukti mendukung hipotesis atau membuatnya lebih mungkin. Alih-alih, pengujian tipikal menghasilkan nilai-p, yang merupakan probabilitas bukti seperti itu, dengan asumsi bahwa hipotesis yang diuji benar. Jika nilai p terlalu rendah, hipotesis ditolak, dengan cara yang analog dengan pemalsuan. Sebaliknya, inferensi Bayesian berusaha untuk menetapkan probabilitas pada hipotesis. Topik terkait dalam filsafat statistik termasuk interpretasi probabilitas, overfitting, dan perbedaan antara korelasi dan sebab akibat.


    Filsafat matematika

    Artikel utama: Filsafat matematika

    Filsafat matematika berkaitan dengan landasan filosofis dan implikasi matematika. [76] Pertanyaan sentralnya adalah apakah bilangan, segitiga, dan entitas matematika lainnya ada secara independen dari pikiran manusia dan apa sifat proposisi matematika. Apakah menanyakan apakah "1 + 1 = 2" benar secara fundamental berbeda dengan menanyakan apakah bola berwarna merah? Apakah kalkulus ditemukan atau ditemukan? Sebuah pertanyaan terkait adalah apakah belajar matematika membutuhkan pengalaman atau nalar saja. Apa artinya membuktikan teorema matematika dan bagaimana seseorang mengetahui apakah bukti matematika itu benar? Filsuf matematika juga bertujuan untuk memperjelas hubungan antara matematika dan logika, kemampuan manusia seperti intuisi, dan alam semesta material.


    Filsafat fisika

    Artikel utama: Filsafat fisika

    Filsafat fisika adalah studi tentang pertanyaan filosofis fundamental yang mendasari fisika modern, studi tentang materi dan energi dan bagaimana mereka berinteraksi. Pertanyaan utama berkaitan dengan sifat ruang dan waktu, atom dan atomisme. Juga termasuk prediksi kosmologi, interpretasi mekanika kuantum, dasar-dasar mekanika statistik, kausalitas, determinisme, dan sifat hukum fisika. [77] Secara klasik, beberapa dari pertanyaan ini dipelajari sebagai bagian dari metafisika (misalnya, tentang kausalitas, determinisme, serta ruang dan waktu).


    Filsafat kimia

    Artikel utama: Filsafat kimia

    Filsafat kimia adalah kajian filosofis tentang metodologi dan kandungan ilmu kimia. Ini dieksplorasi oleh tim filsuf, ahli kimia, dan ahli kimia-filsuf. Ini termasuk penelitian tentang filsafat umum dari masalah sains yang diterapkan pada kimia. Misalnya, dapatkah semua fenomena kimia dijelaskan oleh mekanika kuantum atau tidak mungkinkah mereduksi kimia menjadi fisika? Untuk contoh lain, ahli kimia telah membahas filosofi tentang bagaimana teori dikonfirmasi dalam konteks mekanisme reaksi yang dikonfirmasi. Menentukan mekanisme reaksi sulit karena tidak dapat diamati secara langsung. Kimiawan dapat menggunakan sejumlah ukuran tidak langsung sebagai bukti untuk mengesampingkan mekanisme tertentu, tetapi mereka sering tidak yakin apakah mekanisme yang tersisa benar karena ada banyak mekanisme lain yang mungkin belum mereka uji atau bahkan pikirkan. [78] Para filsuf juga berusaha untuk memperjelas makna konsep kimia yang tidak mengacu pada entitas fisik tertentu, seperti ikatan kimia.


    Filsafat ilmu kebumian

    Filsafat ilmu kebumian berkaitan dengan bagaimana manusia memperoleh dan memverifikasi pengetahuan tentang cara kerja sistem bumi, termasuk atmosfer, hidrosfer, dan geosfer (bumi padat). Cara para ilmuwan Bumi untuk mengetahui dan kebiasaan berpikir memiliki kesamaan penting dengan sains lain, tetapi juga memiliki atribut khas yang muncul dari sifat sistem Bumi yang kompleks, heterogen, unik, berumur panjang, dan tidak dapat dimanipulasi.


    Filsafat biologi

    Artikel utama: Filsafat biologi

    Filsafat biologi berkaitan dengan masalah epistemologis, metafisik, dan etika dalam ilmu biologi dan biomedis. Meskipun filsuf sains dan filsuf umumnya telah lama tertarik pada biologi (misalnya, Aristoteles, Descartes, Leibniz dan bahkan Kant), filsafat biologi hanya muncul sebagai bidang filsafat independen pada 1960-an dan 1970-an. [82] Para filsuf sains mulai menaruh perhatian yang semakin besar pada perkembangan biologi, dari munculnya sintesis modern pada tahun 1930-an dan 1940-an hingga penemuan struktur asam deoksiribonukleat (DNA) pada tahun 1953 hingga kemajuan yang lebih mutakhir dalam rekayasa genetika. Ide-ide kunci lainnya seperti reduksi semua proses kehidupan menjadi reaksi biokimia serta penggabungan psikologi ke dalam ilmu saraf yang lebih luas juga dibahas. Penelitian dalam filsafat biologi saat ini meliputi penyelidikan dasar-dasar teori evolusi (seperti karya Peter Godfrey-Smith), [83] dan peran virus sebagai simbion yang persisten dalam genom inang. Akibatnya, evolusi urutan konten genetik dipandang sebagai hasil editor genom yang kompeten [diperlukan penjelasan lebih lanjut] berbeda dengan narasi sebelumnya di mana peristiwa replikasi kesalahan (mutasi) mendominasi.


    Filsafat kedokteran

    Artikel utama: Filsafat kedokteran

    Di luar etika kedokteran dan bioetika, filsafat kedokteran merupakan cabang filsafat yang mencakup epistemologi dan ontologi / metafisika kedokteran. Dalam epistemologi kedokteran, pengobatan berbasis bukti (EBM) (atau praktik berbasis bukti (EBP)) telah menarik perhatian, terutama peran pengacakan, [84] [85] [86] kontrol buta dan plasebo. Terkait dengan bidang penyelidikan ini, ontologi yang menarik bagi filsafat kedokteran termasuk dualisme Cartesian, konsepsi penyakit monogenetik [87] dan konseptualisasi 'plasebo' dan 'efek plasebo'. [88] [89] [90] [91] Ada juga minat yang berkembang dalam metafisika kedokteran, [92] khususnya gagasan sebab akibat. Filsuf kedokteran mungkin tidak hanya tertarik pada bagaimana pengetahuan medis dihasilkan, tetapi juga pada sifat fenomena tersebut. Penyebab menarik karena tujuan dari banyak penelitian medis adalah untuk membangun hubungan sebab akibat, mis. apa yang menyebabkan penyakit, atau apa yang menyebabkan orang menjadi lebih baik. [93]


    Filsafat psikologi

    Artikel utama: Filsafat psikologi

    Filsafat psikologi mengacu pada masalah-masalah di landasan teoretis psikologi modern. Beberapa dari masalah ini adalah masalah epistemologis tentang metodologi penyelidikan psikologis. Misalnya, apakah metode terbaik untuk mempelajari psikologi untuk fokus hanya pada respons perilaku terhadap rangsangan eksternal atau haruskah psikolog fokus pada persepsi mental dan proses berpikir? [94] Jika yang terakhir, pertanyaan penting adalah bagaimana pengalaman internal orang lain dapat diukur. Laporan diri tentang perasaan dan keyakinan mungkin tidak dapat diandalkan karena, bahkan dalam kasus di mana tidak ada insentif yang jelas bagi subjek untuk sengaja menipu dalam jawaban mereka, penipuan diri atau ingatan selektif dapat mempengaruhi tanggapan mereka. Kemudian bahkan dalam kasus laporan mandiri yang akurat, bagaimana tanggapan dapat dibandingkan antar individu? Sekalipun dua individu menanggapi dengan jawaban yang sama pada skala Likert, mereka mungkin mengalami hal yang sangat berbeda.


    Masalah lain dalam filsafat psikologi adalah pertanyaan filosofis tentang sifat pikiran, otak, dan kognisi, dan mungkin lebih sering dianggap sebagai bagian dari ilmu kognitif, atau filsafat pikiran. Misalnya, apakah manusia adalah makhluk yang rasional? [94] Apakah ada pengertian di mana mereka memiliki kehendak bebas, dan bagaimana hal itu berhubungan dengan pengalaman membuat pilihan? Filsafat psikologi juga memantau dengan cermat pekerjaan kontemporer yang dilakukan dalam ilmu saraf kognitif, psikologi evolusioner, dan kecerdasan buatan, mempertanyakan apa yang bisa dan tidak bisa dijelaskan dalam psikologi.


    Filsafat psikologi adalah bidang yang relatif muda, karena psikologi baru menjadi disiplin ilmu tersendiri di akhir tahun 1800-an. Secara khusus, neurofilosofi baru-baru ini menjadi bidangnya sendiri dengan karya Paul Churchland dan Patricia Churchland. [74] Filsafat pikiran, sebaliknya, telah menjadi disiplin yang mapan sejak sebelum psikologi menjadi bidang studi sama sekali. Ini berkaitan dengan pertanyaan tentang hakikat pikiran, kualitas pengalaman, dan isu-isu khusus seperti perdebatan antara dualisme dan monisme. Bidang terkait lainnya adalah filsafat bahasa.

    Filsafat psikiatri

    Artikel utama: Filsafat psikiatri

    Filsafat psikiatri mengeksplorasi pertanyaan filosofis yang berkaitan dengan psikiatri dan penyakit mental. Filsuf sains dan kedokteran Dominic Murphy mengidentifikasi tiga bidang eksplorasi dalam filsafat psikiatri. Yang pertama menyangkut pemeriksaan psikiatri sebagai ilmu, menggunakan alat-alat filsafat ilmu secara lebih luas. Yang kedua mencakup pemeriksaan konsep-konsep yang digunakan dalam diskusi tentang penyakit mental, termasuk pengalaman penyakit mental, dan pertanyaan normatif yang dimunculkan. Area ketiga menyangkut hubungan dan diskontinuitas antara filosofi pikiran dan psikopatologi. [95]


    Filsafat ekonomi

    Artikel utama: Filsafat dan ekonomi

    Filsafat ekonomi merupakan cabang ilmu filsafat yang mempelajari masalah-masalah filosofis yang berkaitan dengan ilmu ekonomi. Ia juga dapat didefinisikan sebagai cabang ilmu ekonomi yang mempelajari landasan dan moralitasnya sendiri. Ini dapat dikategorikan menjadi tiga topik utama. [97] Yang pertama berkaitan dengan definisi dan ruang lingkup ekonomi dan dengan metode apa ia harus dipelajari dan apakah metode ini naik ke tingkat keandalan epistemik yang terkait dengan ilmu khusus lainnya. Misalnya, apakah mungkin untuk meneliti ekonomi sedemikian rupa sehingga bebas nilai, menetapkan fakta yang terlepas dari pandangan normatif peneliti? Topik kedua adalah makna dan implikasi rasionalitas. Misalnya, dapatkah membeli tiket lotre (meningkatkan risiko pendapatan Anda) bersamaan dengan membeli asuransi (menurunkan risiko pendapatan Anda) menjadi rasional? Topik ketiga adalah evaluasi normatif dari kebijakan dan hasil ekonomi. Kriteria apa yang harus digunakan untuk menentukan apakah suatu kebijakan publik bermanfaat bagi masyarakat?


    Filsafat ilmu sosial

    Artikel utama: Filsafat ilmu sosial

    Filsafat ilmu sosial adalah studi tentang logika dan metode ilmu sosial, seperti sosiologi, antropologi, dan ilmu politik. [98] Filsuf ilmu sosial prihatin dengan perbedaan dan persamaan antara ilmu sosial dan ilmu alam, hubungan kausal antara fenomena sosial, kemungkinan adanya hukum sosial, dan signifikansi ontologis dari struktur dan agensi.


    Filsuf Prancis, Auguste Comte (1798–1857), menetapkan perspektif epistemologis positivisme dalam The Course in Positivist Philosophy, serangkaian teks yang diterbitkan antara tahun 1830 dan 1842. Tiga jilid pertama Kursus ini terutama membahas ilmu fisika yang sudah ada di keberadaan (matematika, astronomi, fisika, kimia, biologi), sedangkan dua yang terakhir menekankan kedatangan tak terelakkan dari ilmu sosial: "sociologie". [99] Bagi Comte, ilmu fisika harus datang terlebih dahulu, sebelum umat manusia dapat secara memadai menyalurkan upayanya ke dalam "Ilmu Ratu" yang paling menantang dan kompleks dari masyarakat manusia itu sendiri. Comte menawarkan sistem evolusioner yang mengusulkan bahwa masyarakat menjalani tiga fase dalam pencariannya akan kebenaran menurut 'hukum tiga tahap' umum. Ini adalah (1) teologis, (2) metafisik, dan (3) positif. [100]


    Positivisme Comte membentuk fondasi filosofis awal untuk sosiologi formal dan penelitian sosial. Durkheim, Marx, dan Weber lebih sering disebut sebagai bapak ilmu sosial kontemporer. Dalam psikologi, pendekatan positivistik secara historis disukai dalam behaviourisme. Positivisme juga telah didukung oleh 'teknokrat' yang percaya pada kemajuan sosial yang tak terhindarkan melalui sains dan teknologi. [101]


    Perspektif positivis telah dikaitkan dengan 'saintisme'; pandangan bahwa metode ilmu pengetahuan alam dapat diterapkan pada semua bidang penelitian, baik itu filosofis, ilmiah sosial, atau sebaliknya. Di antara sebagian besar ilmuwan sosial dan sejarawan, positivisme ortodoks telah lama kehilangan dukungan populer. Saat ini, para praktisi ilmu sosial dan fisika malah memperhitungkan efek distorsi dari bias pengamat dan batasan struktural. Skeptisisme ini telah difasilitasi oleh melemahnya akun deduktivis ilmu pengetahuan oleh filsuf seperti Thomas Kuhn, dan gerakan filosofis baru seperti realisme kritis dan neopragmatisme. Filsuf-sosiolog Jürgen Habermas telah mengkritik rasionalitas instrumental murni sebagai makna bahwa pemikiran ilmiah menjadi sesuatu yang mirip dengan ideologi itu sendiri. [10


     "philosophy of science"American Heritage Dictionary of the English Language (5th ed.). 2011. Retrieved 8 July 2020.

    ^ Encyclopædia BritannicaThomas S. Kuhn Archived2015-04-17 at the Wayback Machine. "Instead, he argued that the paradigm determines the kinds of experiments scientists perform, the types of questions they ask, and the problems they consider important."

    ^ Thornton, Stephen (2006). "Karl Popper"Stanford Encyclopedia of PhilosophyArchived from the original on 2007-06-27. Retrieved 2007-12-01.

    ^ "Science and Pseudo-science" Archived 2015-09-05 at the Wayback Machine (2008) in Stanford Encyclopedia of Philosophy

    ^ Laudan, Larry (1983). "The Demise of the Demarcation Problem". In Adolf Grünbaum; Robert Sonné Cohen; Larry Laudan (eds.). Physics, Philosophy, and Psychoanalysis: Essays in Honor of Adolf Grünbaum. Springer. ISBN 978-90-277-1533-3.

    ^ Gordin, Michael D. (2012). The Pseudoscience Wars: Immanuel Velikovsky and the Birth of the Modern Fringe. University of Chicago Press. pp. 12–13. ISBN 978-0-226-30442-7.

    ^ Uebel, Thomas (2006). "Vienna Circle"Stanford Encyclopedia of PhilosophyArchived from the original on 2007-06-26. Retrieved 2007-12-01.

    ^ Popper, Karl (2004). The logic of scientific discovery(reprint ed.). London & New York: Routledge Classics. ISBN 978-0-415-27844-7First published 1959 by Hutchinson & Co.

    ^ "Pseudoscientific – pretending to be scientific, falsely represented as being scientific", from the Oxford American Dictionary, published by the Oxford English Dictionary; Hansson, Sven Ove (1996)."Defining Pseudoscience", Philosophia Naturalis, 33: 169–176, as cited in "Science and Pseudo-science" Archived 2015-09-05 at the Wayback Machine (2008) in Stanford Encyclopedia of Philosophy. The Stanford article states: "Many writers on pseudoscience have emphasized that pseudoscience is non-science posing as science. The foremost modern classic on the subject (Gardner 1957) bears the title Fads and Fallacies in the Name of Science. According to Brian Baigrie (1988, 438), "[w]hat is objectionable about these beliefs is that they masquerade as genuinely scientific ones." These and many other authors assume that to be pseudoscientific, an activity or a teaching has to satisfy the following two criteria (Hansson 1996): (1) it is not scientific, and (2) its major proponents try to create the impression that it is scientific".

    For example, Hewitt et al. Conceptual Physical ScienceAddison Wesley; 3 edition (2003) ISBN 0-321-05173-4, Bennett et al. The Cosmic Perspective 3e Addison Wesley; 3 edition (2003) ISBN 0-8053-8738-2See also, e.g., Gauch HG Jr. Scientific Method in Practice (2003).

    A 2006 National Science Foundation report on Science and engineering indicators quoted Michael Shermer's (1997) definition of pseudoscience: '"claims presented so that they appear [to be] scientific even though they lack supporting evidence and plausibility"(p. 33). In contrast, science is "a set of methods designed to describe and interpret observed and inferred phenomena, past or present, and aimed at building a testable body of knowledge open to rejection or confirmation"(p. 17)'.Shermer M. (1997). Why People Believe Weird Things: Pseudoscience, Superstition, and Other Confusions of Our Time. New York: W.H. Freeman and Company. ISBN 978-0-7167-3090-3. as cited by National Science Foundation; Division of Science Resources Statistics (2006). "Science and Technology: Public Attitudes and Understanding"Science and engineering indicators 2006.

    "A pretended or spurious science; a collection of related beliefs about the world mistakenly regarded as being based on scientific method or as having the status that scientific truths now have," from the Oxford English Dictionary, second edition 1989.

    A 2006 National Science Foundation report on Science and engineering indicators quoted Michael Shermer's (1997) definition of pseudoscience: '"claims presented so that they appear [to be] scientific even though they lack supporting evidence and plausibility"(p. 33). In contrast, science is "a set of methods designed to describe and interpret observed and inferred phenomena, past or present, and aimed at building a testable body of knowledge open to rejection or confirmation"(p. 17)'.Shermer M. (1997). Why People Believe Weird Things: Pseudoscience, Superstition, and Other Confusions of Our Time. New York: W.H. Freeman and Company. ISBN 978-0-7167-3090-3. as cited by National Science Foundation; Division of Science Resources Statistics (2006). "Science and Technology: Public Attitudes and Understanding"Science and engineering indicators 2006.

  9. "A pretended or spurious science; a collection of related beliefs about the world mistakenly regarded as being based on scientific method or as having the status that scientific truths now have," from the Oxford English Dictionary, second edition 1989.
    ^ Cargo Cult Science Archived 2013-12-01 at the Wayback Machine by Feynman, Richard. Retrieved 2015-10-25.
    ^ Hempel, Carl G.; Paul Oppenheim (1948). "Studies in the Logic of Explanation". Philosophy of Science15 (2): 135–175. CiteSeerX 10.1.1.294.3693doi:10.1086/286983.
    ^ Salmon, Merrilee; John Earman, Clark Glymour, James G. Lenno, Peter Machamer, J.E. McGuire, John D. Norton, Wesley C. Salmon, Kenneth F. Schaffner (1992). Introduction to the Philosophy of Science. Prentice-Hall. ISBN 978-0-13-663345-7.
    ^ Salmon, Wesley (1971). Statistical Explanation and Statistical Relevance. Pittsburgh: University of Pittsburgh Press.

    Jump up to:
    1. a b Woodward, James (2003). "Scientific Explanation"Stanford Encyclopedia of PhilosophyArchived from the original on 2007-07-06. Retrieved 2007-12-07.


    Jump up to:
    1. a b Vickers, John (2013). "The Problem of Induction"Stanford Encyclopedia of PhilosophyArchived from the original on 2014-04-07. Retrieved 2014-02-25.

    ^ Baker, Alan (2013). "Simplicity"Stanford Encyclopedia of PhilosophyArchived from the original on 2014-03-26. Retrieved 2014-02-25.
    ^ Nicholas Maxwell (1998) The Comprehensibility of the Universe Archived 2018-02-27 at the Wayback MachineClarendon Press; (2017) Understanding Scientific Progress: Aim-Oriented Empiricism Archived 2018-02-20 at the Wayback Machine, Paragon House, St. Paul

    Jump up to:
    1. a b Bogen, Jim (2013). "Theory and Observation in Science"Stanford Encyclopedia of PhilosophyArchivedfrom the original on 2014-02-27. Retrieved 2014-02-25.

    ^ Levin, Michael (1984). "What Kind of Explanation is Truth?". In Jarrett Leplin (ed.). Scientific Realism. Berkeley: University of California Press. pp. 124–1139ISBN 978-0-520-05155-3.

    Jump up to:
    1. a b Boyd, Richard (2002). "Scientific Realism"Stanford Encyclopedia of PhilosophyArchived from the original on 2007-07-06. Retrieved 2007-12-01.

    ^ Specific examples include:Popper, Karl (2002). Conjectures and Refutations. London & New York: Routledge Classics. ISBN 978-0-415-28594-0First published 1963 by Routledge and Kegan Paul
    1. Smart, J.J.C. (1968). Between Science and Philosophy. New York: Random House.
    2. Putnam, Hilary (1975). Mathematics, Matter and Method (Philosophical Papers, Vol. I). London: Cambridge University Press.
    3. Putnam, Hilary (1978). Meaning and the Moral Sciences. London: Routledge and Kegan Paul.
    4. Boyd, Richard (1984). "The Current Status of Scientific Realism". In Jarrett Leplin (ed.). Scientific Realism. Berkeley: University of California Press. pp. 41–82ISBN 978-0-520-05155-3.
    Smart, J.J.C. (1968). Between Science and Philosophy. New York: Random House.
    Putnam, Hilary (1975). Mathematics, Matter and Method (Philosophical Papers, Vol. I). London: Cambridge University Press.
    Putnam, Hilary (1978). Meaning and the Moral Sciences. London: Routledge and Kegan Paul.
    Boyd, Richard (1984). "The Current Status of Scientific Realism". In Jarrett Leplin (ed.). Scientific Realism. Berkeley: University of California Press. pp. 41–82ISBN 978-0-520-05155-3.
    ^ Stanford, P. Kyle (2006). Exceeding Our Grasp: Science, History, and the Problem of Unconceived Alternatives. Oxford University Press. ISBN 978-0-19-517408-3.
    ^ Laudan, Larry (1981). "A Confutation of Convergent Realism". Philosophy of Science48: 218–249. CiteSeerX 10.1.1.594.2523doi:10.1086/288975.

    Jump up to:
    1. a b van Fraassen, Bas (1980). The Scientific Image. Oxford: The Clarendon Press. ISBN 978-0-19-824424-0.

    ^ Winsberg, Eric (September 2006). "Models of Success Versus the Success of Models: Reliability without Truth". Synthese152: 1–19. doi:10.1007/s11229-004-5404-6.
    ^ Stanford, P. Kyle (June 2000). "An Antirealist Explanation of the Success of Science". Philosophy of Science67 (2): 266–284. doi:10.1086/392775S2CID 35878807.
    ^ Longino, Helen (2013). "The Social Dimensions of Scientific Knowledge"Stanford Encyclopedia of PhilosophyArchived from the original on 2014-03-26. Retrieved 2014-03-06.
    ^ Douglas Allchin, "Values in Science and in Science Education," in International Handbook of Science Education, B.J. Fraser and K.G. Tobin (eds.), 2:1083–1092, Kluwer Academic Publishers (1988).
    ^ Aristotle, "Prior Analytics", Hugh Tredennick (trans.), pp. 181–531 in Aristotle, Volume 1Loeb Classical Library, William Heinemann, London, 1938.
    ^ Lindberg, David C. (1980). Science in the Middle Ages. University of Chicago Press. pp. 350–351. ISBN 978-0-226-48233-0.
    ^ Clegg, Brian. "The First Scientist: A Life of Roger Bacon"Archived 2018-07-08 at the Wayback Machine. Carroll and Graf Publishers, NY, 2003, p. 2.
    ^ Bacon, Francis Novum Organum (The New Organon), 1620. Bacon's work described many of the accepted principles, underscoring the importance of empirical results, data gathering and experiment. Encyclopædia Britannica (1911), "Bacon, Francis" states: [In Novum Organum, we ] "proceed to apply what is perhaps the most valuable part of the Baconian method, the process of exclusion or rejection. This elimination of the non-essential, ..., is the most important of Bacon's contributions to the logic of induction, and that in which, as he repeatedly says, his method differs from all previous philosophies."

    Jump up to:
    1. a b McMullin, Ernan. "The Impact of Newton's Principia on the Philosophy of Science"www.paricenter.com. Pari Center for New Learning. Archived from the original on 24 October 2015. Retrieved 29 October 2015.

    ^ "John Stuart Mill (Stanford Encyclopedia of Philosophy)". plato.stanford.edu. Archived from the original on 2010-01-06. Retrieved 2009-07-31.
    ^ Michael Friedman, Reconsidering Logical Positivism (New York: Cambridge University Press, 1999), p. xiv Archived2016-06-28 at the Wayback Machine.
    ^ See "Vienna Circle" Archived 2015-08-10 at the Wayback Machine in Stanford Encyclopedia of Philosophy.
    ^ Smith, L.D. (1986). Behaviorism and Logical Positivism: A Reassessment of the Alliance. Stanford University Press. p. 314ISBN 978-0-8047-1301-6LCCN 85030366. Retrieved 2016-01-27The secondary and historical literature on logical positivism affords substantial grounds for concluding that logical positivism failed to solve many of the central problems it generated for itself. Prominent among the unsolved problems was the failure to find an acceptable statement of the verifiability (later confirmability) criterion of meaningfulness. Until a competing tradition emerged (about the late 1950s), the problems of logical positivism continued to be attacked from within that tradition. But as the new tradition in the philosophy of science began to demonstrate its effectiveness—by dissolving and rephrasing old problems as well as by generating new ones—philosophers began to shift allegiances to the new tradition, even though that tradition has yet to receive a canonical formulation.
    ^ Bunge, M.A. (1996). Finding Philosophy in Social Science. Yale University Press. p. 317ISBN 978-0-300-06606-7LCCN lc96004399. Retrieved 2016-01-27To conclude, logical positivism was progressive compared with the classical positivism of PtolemyHume, d'Alembert, CompteJohn Stuart Mill, and Ernst Mach. It was even more so by comparison with its contemporary rivals—neo-Thomisismneo-Kantianismintuitionism, dialectical materialism, phenomenology, and existentialism. However, neo-positivism failed dismally to give a faithful account of science, whether natural or social. It failed because it remained anchored to sense-data and to a phenomenalist metaphysics, overrated the power of induction and underrated that of hypothesis, and denounced realism and materialism as metaphysical nonsense. Although it has never been practiced consistently in the advanced natural sciences and has been criticized by many philosophers, notably Popper (1959 [1935], 1963), logical positivism remains the tacit philosophy of many scientists. Regrettably, the anti-positivism fashionable in the metatheory of social science is often nothing but an excuse for sloppiness and wild speculation.
    ^ "Popper, Falsifiability, and the Failure of Positivism". 7 August 2000. Archived from the original on January 7, 2014. Retrieved 7 January 2014The upshot is that the positivists seem caught between insisting on the V.C. [Verifiability Criterion]—but for no defensible reason—or admitting that the V.C. requires a background language, etc., which opens the door to relativism, etc. In light of this dilemma, many folk—especially following Popper's "last-ditch" effort to "save" empiricism/positivism/realism with the falsifiability criterion—have agreed that positivism is a dead-end.
    ^ Friedman, Reconsidering Logical Positivism (Cambridge U P, 1999), p. xii Archived 2016-06-28 at the Wayback Machine.
    ^ Bird, Alexander (2013). Zalta, Edward N. (ed.). "Thomas Kuhn"Stanford Encyclopedia of PhilosophyArchivedfrom the original on 2017-07-13. Retrieved 2015-10-26.
    ^ T.S. Kuhn, The Structure of Scientific Revolutions, 2nd. ed., Chicago: Univ. of Chicago Pr., 1970, p. 206. ISBN 0-226-45804-0
    ^ Priddy 1998
    ^ Whitehead 1997, p. 135 , “All science must start with some assumptions as to the ultimate analysis of the facts with which it deals.”
    ^ Boldman 2007
    ^ Papineau, David "Naturalism" Archived 2018-04-26 at the Wayback Machine, in "The Stanford Encyclopedia of Philosophy"
    ^ Strahler 1992, p. 3 The naturalistic view is espoused by science as its fundamental assumption."

    Jump up to:
    1. a b c d Heilbron 2003, p. vii.


    Jump up to:
    1. a b c d e f g Chen 2009, pp. 1–2.


    Jump up to:
    1. a b c Durak 2008.

    ^ Vaccaro, Joan. "Objectiveism"Archived from the original on 17 February 2018. Retrieved 22 December 2017Objective reality exists beyond or outside our self. Any belief that it arises from a real world outside us is actually an assumption. It seems more beneficial to assume that an objective reality exists than to live with solipsism, and so people are quite happy to make this assumption. In fact we made this assumption unconsciously when we began to learn about the world as infants. The world outside ourselves appears to respond in ways which are consistent with it being real. The assumption of objectivism is essential if we are to attach the contemporary meanings to our sensations and feelings and make more sense of them.

    Jump up to:
    1. a b Sobottka 2005, p. 11.

    ^ Gauch 2002, p. 154, "Expressed as a single grand statement, science presupposes that the physical world is orderly and comprehensible. The most obvious components of this comprehensive presupposition are that the physical world exists and that our sense perceptions are generally reliable."
    ^ Gould 1987, p. 120, "You cannot go to a rocky outcrop and observe either the constancy of nature's laws or the working of known processes. It works the other way around." You first assume these propositions and "then you go to the outcrop of rock."
    ^ Simpson 1963, pp. 24–48, "Uniformity is an unprovable postulate justified, or indeed required, on two grounds. First, nothing in our incomplete but extensive knowledge of history disagrees with it. Second, only with this postulate is a rational interpretation of history possible and we are justified in seeking—as scientists we must seek—such a rational interpretation."
    ^ "Simple Random Sampling". 14 December 2010. Archived from the original on 2018-01-02. Retrieved 2018-01-02A simple random sample (SRS) is the most basic probabilistic option used for creating a sample from a population. Each SRS is made of individuals drawn from a larger population, completely at random. As a result, said individuals have an equal chance of being selected throughout the sampling process. The benefit of SRS is that as a result, the investigator is guaranteed to choose a sample which is representative of the population, which ensures statistically valid conclusions.
    ^ Olsson, Erik (2014). Zalta, Edward N. (ed.). "Coherentist Theories of Epistemic Justification"Stanford Encyclopedia of PhilosophyArchived from the original on 2018-09-14. Retrieved 2015-10-26.
    ^ Sandra Harding (1976). Can theories be refuted?: essays on the Dunhem–Quine thesis. Springer Science & Business Media. pp. 9–. ISBN 978-90-277-0630-0Archived from the original on 2016-06-28. Retrieved 2016-01-27.
    ^ Popper, Karl (2005). The Logic of Scientific Discovery(Taylor & Francis e-Library ed.). London and New York: Routledge / Taylor & Francis e-Library. chapters 3–4. ISBN 978-0-203-99462-7Archived from the original on 2016-06-28. Retrieved 2016-01-27.

    Jump up to:
    1. a b Paul Feyerabend, Against Method: Outline of an Anarchistic Theory of Knowledge (1975), ISBN 0-391-00381-X0-86091-222-10-86091-481-X0-86091-646-40-86091-934-X0-902308-91-2

    ^ Preston, John (2007-02-15). "Paul Feyerabend". In Zalta, Edward N. (ed.). Stanford Encyclopedia of Philosophy.
    ^ Kuhn, T.S. (1996). "[Postscript]". The Structure of Scientific Revolutions, 3rd. ed. [Univ. of Chicago Pr]. p. 176. ISBN 978-0-226-45808-3A paradigm is what the members of a community of scientists share, and, conversely, a scientific community consists of men who share a paradigm.
    ^ Quine, Willard Van Orman (1980). "Two Dogmas of Empiricism"From a Logical Point of ViewHarvard University PressISBN 978-0-674-32351-3.
    ^ Ashman, Keith M.; Barringer, Philip S., eds. (2001). After the Science Wars. London: Routledge. ISBN 978-0-415-21209-0. Retrieved 29 October 2015The 'war' is between scientists who believe that science and its methods are objective, and an increasing number of social scientists, historians, philosophers, and others gathered under the umbrella of Science Studies.
    ^ Woodhouse, Edward. Science Technology and Society. Spring 2015 ed. n.p.: U Readers, 2014. Print.
    ^ Hatab, Lawrence J. (2008). "How Does the Ascetic Ideal Function in Nietzsche's Genealogy?"The Journal of Nietzsche Studies35 (35/36): 106–123. Archived from the original on 2016-03-04. Retrieved 2019-10-22.
    ^ Gutting, Gary (2004), Continental Philosophy of Science, Blackwell Publishers, Cambridge, MA.
    ^ Wheeler, Michael (2015). "Martin Heidegger"Stanford Encyclopedia of PhilosophyArchived from the original on 2015-10-16. Retrieved 2015-10-29.
    ^ Foucault, Michel (1961). Khalfa, Jean (ed.). History of Madness [Folie et Déraison: Histoire de la folie à l'âge classique]. Translated by Murphy, Jonathan; Khalfa, Jean. London: Routledge (published 2013). ISBN 9781134473809Archived from the original on 15 July 2019. Retrieved 3 Mar2019.
    ^ Cat, Jordi (2013). "The Unity of Science"Stanford Encyclopedia of PhilosophyArchived from the original on 2014-04-07. Retrieved 2014-03-01.
    ^ Levine, George (2008). Darwin Loves You: Natural Selection and the Re-enchantment of the World. Princeton University Press. p. 104. ISBN 978-0-691-13639-4. Retrieved 28 October2015.
    ^ Kitcher, P. Science, Truth, and Democracy, Oxford: Oxford University Press, 2001
    ^ Dennett, Daniel (1995). Darwin's Dangerous Idea: Evolution and the Meanings of Life. Simon and Schuster. p. 21. ISBN 978-1-4391-2629-5.

    Jump up to:
    1. a b Bickle, John; Mandik, Peter; Landreth, Anthony (2010). Zalta, Edward N. (ed.). "The Philosophy of Neuroscience"Stanford Encyclopedia of PhilosophyArchived from the original on 2013-12-02. Retrieved 2015-12-28(Summer 2010 Edition)

    ^ Romeijn, Jan-Willem (2014). Zalta, Edward N. (ed.). "Philosophy of Statistics"Stanford Encyclopedia of PhilosophyArchived from the original on 2018-09-14. Retrieved 2015-10-29.
    ^ Horsten, Leon (2015). Zalta, Edward N. (ed.). "Philosophy of Mathematics"Stanford Encyclopedia of Philosophy. Retrieved 2015-10-29.
    ^ Ismael, Jenann (2015). Zalta, Edward N. (ed.). "Quantum Mechanics"Stanford Encyclopedia of PhilosophyArchived from the original on 2015-11-06. Retrieved 2015-10-29.
    ^ Weisberg, Michael; Needham, Paul; Hendry, Robin (2011). "Philosophy of Chemistry"Stanford Encyclopedia of PhilosophyArchived from the original on 2014-04-07. Retrieved 2014-02-14.
    ^ "Philosophy, Logic and Scientific Method"Archivedfrom the original on 2012-08-02. Retrieved 2018-07-03.
    ^ Gewertz, Ken (February 8, 2007). "The philosophy of evolution: Godfrey-Smith takes an ingenious evolutionary approach to how the mind works"Harvard University Gazette. Archived from the original on October 11, 2008. Retrieved July 3, 2018..
    ^ Darwinian Populations and Natural Selection. Oxford University Press. 2010.
    ^ Hull D. (1969), What philosophy of biology is not, Journal of the History of Biology, 2, pp. 241–268.
    ^ Recent examples include Okasha S. (2006), Evolution and the Levels of Selection. Oxford: Oxford University Press, and Godfrey-Smith P. (2009), Darwinian Populations and Natural Selection. Oxford: Oxford University Press.
    ^ Papineau, D (1994). "The Virtues of Randomization". British Journal for the Philosophy of Science45 (2): 437–450. doi:10.1093/bjps/45.2.437.
    ^ Worrall, J (2002). "What Evidence in Evidence-Based Medicine?". Philosophy of Science69 (3): S316–330. doi:10.1086/341855JSTOR 3081103.
    ^ Worrall, J. (2007). "Why there's no cause to randomize". British Journal for the Philosophy of Science58 (3): 451–488. CiteSeerX 10.1.1.120.7314doi:10.1093/bjps/axm024.
    ^ Lee, K., 2012. The Philosophical Foundations of Modern Medicine, London/New York, Palgrave/Macmillan.
    ^ Grünbaum, A (1981). "The Placebo Concept". Behaviour Research and Therapy19 (2): 157–167. doi:10.1016/0005-7967(81)90040-1PMID 7271692.
    ^ Gøtzsche, P.C. (1994). "Is there logic in the placebo?". Lancet344 (8927): 925–926. doi:10.1016/s0140-6736(94)92273-xPMID 7934350.
    ^ Nunn, R., 2009. It's time to put the placebo out of our misery" British Medical Journal 338, b1568.
    ^ Turner, A (2012). "Placebos" and the logic of placebo comparison"Biology & Philosophy27 (3): 419–432. doi:10.1007/s10539-011-9289-8hdl:1983/6426ce5a-ab57-419c-bc3c-e57d20608807Archived from the original on 2018-12-29. Retrieved 2018-12-29.
    1. ^ Worrall, J (2011). "Causality in medicine: getting back to the Hill top". Preventive Medicine53 (4–5): 235–238. doi:10.1016/j.ypmed.2011.08.009PMID 21888926.
    2. ^ Cartwright, N (2009). "What are randomised controlled trials good for?" (PDF)Philosophical Studies147 (1): 59–70. doi:10.1007/s11098-009-9450-2Archived (PDF) from the original on 2018-07-24. Retrieved 2019-09-01.
    3. Jump up to:
    4. a b Mason, Kelby; Sripada, Chandra Sekhar; Stich, Stephen (2010). "Philosophy of Psychology" (PDF). In Moral, Dermot (ed.). Routledge Companion to Twentieth-Century Philosophy. London: Routledge.
    5. ^ Murphy, Dominic (Spring 2015). "Philosophy of PsychiatryArchived 2019-03-18 at the Wayback Machine". The Stanford Encyclopedia of Philosophy, edited by Edward N. Zalta. Accessed 18 August 2016.
    6. ^ "The Prize in Economic Sciences 1998"NobelPrize.org. 1998-10-14. Archived from the original on 2017-08-12. Retrieved 2017-06-14.
    7. ^ Hausman, Daniel (December 18, 2012). "Philosophy of Economics"Stanford Encyclopedia of Philosophy. Stanford University. Archived from the original on 3 April 2014. Retrieved 20 February 2014.
    8. ^ Hollis, Martin (1994). The Philosophy of Social Science: An Introduction. Cambridge. ISBN 978-0-521-44780-5.
    9. ^ "Stanford Encyclopaedia: Auguste Comte"Archivedfrom the original on 2017-10-11. Retrieved 2010-01-10.
    10. ^ Giddens, Positivism and Sociology, 1
    11. ^ Schunk, Learning Theories: An Educational Perspective, 5th, 315
    12. ^ Outhwaite, William, 1988 Habermas: Key Contemporary Thinkers, Polity Press (Second Edition 2009), ISBN 978-0-7456-4328-1 p. 68
  10. A 2006 National Science Foundation report on Science and engineering indicators quoted Michael Shermer's (1997) definition of pseudoscience: '"claims presented so that they appear [to be] scientific even though they lack supporting evidence and plausibility"(p. 33). In contrast, science is "a set of methods designed to describe and interpret observed and inferred phenomena, past or present, and aimed at building a testable body of knowledge open to rejection or confirmation"(p. 17)'.Shermer M. (1997). Why People Believe Weird Things: Pseudoscience, Superstition, and Other Confusions of Our Time. New York: W.H. Freeman and Company. ISBN 978-0-7167-3090-3. as cited by National Science Foundation; Division of Science Resources Statistics (2006). "Science and Technology: Public Attitudes and Understanding"Science and engineering indicators 2006.
  11. "A pretended or spurious science; a collection of related beliefs about the world mistakenly regarded as being based on scientific method or as having the status that scientific truths now have," from the Oxford English Dictionary, second edition 1989.
  12. A 2006 National Science Foundation report on Science and engineering indicators quoted Michael Shermer's (1997) definition of pseudoscience: '"claims presented so that they appear [to be] scientific even though they lack supporting evidence and plausibility"(p. 33). In contrast, science is "a set of methods designed to describe and interpret observed and inferred phenomena, past or present, and aimed at building a testable body of knowledge open to rejection or confirmation"(p. 17)'.Shermer M. (1997). Why People Believe Weird Things: Pseudoscience, Superstition, and Other Confusions of Our Time. New York: W.H. Freeman and Company. ISBN 978-0-7167-3090-3. as cited by National Science Foundation; Division of Science Resources Statistics (2006). "Science and Technology: Public Attitudes and Understanding"Science and engineering indicators 2006.
  13. "A pretended or spurious science; a collection of related beliefs about the world mistakenly regarded as being based on scientific method or as having the status that scientific truths now have," from the Oxford English Dictionary, second edition 1989.
  14. ^ Cargo Cult Science Archived 2013-12-01 at the Wayback Machine by Feynman, Richard. Retrieved 2015-10-25.
  15. ^ Hempel, Carl G.; Paul Oppenheim (1948). "Studies in the Logic of Explanation". Philosophy of Science15 (2): 135–175. CiteSeerX 10.1.1.294.3693doi:10.1086/286983.
  16. ^ Salmon, Merrilee; John Earman, Clark Glymour, James G. Lenno, Peter Machamer, J.E. McGuire, John D. Norton, Wesley C. Salmon, Kenneth F. Schaffner (1992). Introduction to the Philosophy of Science. Prentice-Hall. ISBN 978-0-13-663345-7.
  17. ^ Salmon, Wesley (1971). Statistical Explanation and Statistical Relevance. Pittsburgh: University of Pittsburgh Press.
  18. Jump up to:
  19. a b Woodward, James (2003). "Scientific Explanation"Stanford Encyclopedia of PhilosophyArchived from the original on 2007-07-06. Retrieved 2007-12-07.

  20. Jump up to:
  21. a b Vickers, John (2013). "The Problem of Induction"Stanford Encyclopedia of PhilosophyArchived from the original on 2014-04-07. Retrieved 2014-02-25.

  22. ^ Baker, Alan (2013). "Simplicity"Stanford Encyclopedia of PhilosophyArchived from the original on 2014-03-26. Retrieved 2014-02-25.
  23. ^ Nicholas Maxwell (1998) The Comprehensibility of the Universe Archived 2018-02-27 at the Wayback MachineClarendon Press; (2017) Understanding Scientific Progress: Aim-Oriented Empiricism Archived 2018-02-20 at the Wayback Machine, Paragon House, St. Paul
  24. Jump up to:
  25. a b Bogen, Jim (2013). "Theory and Observation in Science"Stanford Encyclopedia of PhilosophyArchivedfrom the original on 2014-02-27. Retrieved 2014-02-25.

  26. ^ Levin, Michael (1984). "What Kind of Explanation is Truth?". In Jarrett Leplin (ed.). Scientific Realism. Berkeley: University of California Press. pp. 124–1139ISBN 978-0-520-05155-3.
  27. Jump up to:
  28. a b Boyd, Richard (2002). "Scientific Realism"Stanford Encyclopedia of PhilosophyArchived from the original on 2007-07-06. Retrieved 2007-12-01.

  29. ^ Specific examples include:Popper, Karl (2002). Conjectures and Refutations. London & New York: Routledge Classics. ISBN 978-0-415-28594-0First published 1963 by Routledge and Kegan Paul
    1. Smart, J.J.C. (1968). Between Science and Philosophy. New York: Random House.
    2. Putnam, Hilary (1975). Mathematics, Matter and Method (Philosophical Papers, Vol. I). London: Cambridge University Press.
    3. Putnam, Hilary (1978). Meaning and the Moral Sciences. London: Routledge and Kegan Paul.
    4. Boyd, Richard (1984). "The Current Status of Scientific Realism". In Jarrett Leplin (ed.). Scientific Realism. Berkeley: University of California Press. pp. 41–82ISBN 978-0-520-05155-3.
    Smart, J.J.C. (1968). Between Science and Philosophy. New York: Random House.
    Putnam, Hilary (1975). Mathematics, Matter and Method (Philosophical Papers, Vol. I). London: Cambridge University Press.
    Putnam, Hilary (1978). Meaning and the Moral Sciences. London: Routledge and Kegan Paul.
    Boyd, Richard (1984). "The Current Status of Scientific Realism". In Jarrett Leplin (ed.). Scientific Realism. Berkeley: University of California Press. pp. 41–82ISBN 978-0-520-05155-3.
    ^ Stanford, P. Kyle (2006). Exceeding Our Grasp: Science, History, and the Problem of Unconceived Alternatives. Oxford University Press. ISBN 978-0-19-517408-3.
    ^ Laudan, Larry (1981). "A Confutation of Convergent Realism". Philosophy of Science48: 218–249. CiteSeerX 10.1.1.594.2523doi:10.1086/288975.

    Jump up to:
    1. a b van Fraassen, Bas (1980). The Scientific Image. Oxford: The Clarendon Press. ISBN 978-0-19-824424-0.

    ^ Winsberg, Eric (September 2006). "Models of Success Versus the Success of Models: Reliability without Truth". Synthese152: 1–19. doi:10.1007/s11229-004-5404-6.
    ^ Stanford, P. Kyle (June 2000). "An Antirealist Explanation of the Success of Science". Philosophy of Science67 (2): 266–284. doi:10.1086/392775S2CID 35878807.
    ^ Longino, Helen (2013). "The Social Dimensions of Scientific Knowledge"Stanford Encyclopedia of PhilosophyArchived from the original on 2014-03-26. Retrieved 2014-03-06.
    ^ Douglas Allchin, "Values in Science and in Science Education," in International Handbook of Science Education, B.J. Fraser and K.G. Tobin (eds.), 2:1083–1092, Kluwer Academic Publishers (1988).
    ^ Aristotle, "Prior Analytics", Hugh Tredennick (trans.), pp. 181–531 in Aristotle, Volume 1Loeb Classical Library, William Heinemann, London, 1938.
    ^ Lindberg, David C. (1980). Science in the Middle Ages. University of Chicago Press. pp. 350–351. ISBN 978-0-226-48233-0.
    ^ Clegg, Brian. "The First Scientist: A Life of Roger Bacon"Archived 2018-07-08 at the Wayback Machine. Carroll and Graf Publishers, NY, 2003, p. 2.
    ^ Bacon, Francis Novum Organum (The New Organon), 1620. Bacon's work described many of the accepted principles, underscoring the importance of empirical results, data gathering and experiment. Encyclopædia Britannica (1911), "Bacon, Francis" states: [In Novum Organum, we ] "proceed to apply what is perhaps the most valuable part of the Baconian method, the process of exclusion or rejection. This elimination of the non-essential, ..., is the most important of Bacon's contributions to the logic of induction, and that in which, as he repeatedly says, his method differs from all previous philosophies."

    Jump up to:
    1. a b McMullin, Ernan. "The Impact of Newton's Principia on the Philosophy of Science"www.paricenter.com. Pari Center for New Learning. Archived from the original on 24 October 2015. Retrieved 29 October 2015.

    ^ "John Stuart Mill (Stanford Encyclopedia of Philosophy)". plato.stanford.edu. Archived from the original on 2010-01-06. Retrieved 2009-07-31.
    ^ Michael Friedman, Reconsidering Logical Positivism (New York: Cambridge University Press, 1999), p. xiv Archived2016-06-28 at the Wayback Machine.
    ^ See "Vienna Circle" Archived 2015-08-10 at the Wayback Machine in Stanford Encyclopedia of Philosophy.
    ^ Smith, L.D. (1986). Behaviorism and Logical Positivism: A Reassessment of the Alliance. Stanford University Press. p. 314ISBN 978-0-8047-1301-6LCCN 85030366. Retrieved 2016-01-27The secondary and historical literature on logical positivism affords substantial grounds for concluding that logical positivism failed to solve many of the central problems it generated for itself. Prominent among the unsolved problems was the failure to find an acceptable statement of the verifiability (later confirmability) criterion of meaningfulness. Until a competing tradition emerged (about the late 1950s), the problems of logical positivism continued to be attacked from within that tradition. But as the new tradition in the philosophy of science began to demonstrate its effectiveness—by dissolving and rephrasing old problems as well as by generating new ones—philosophers began to shift allegiances to the new tradition, even though that tradition has yet to receive a canonical formulation.
    ^ Bunge, M.A. (1996). Finding Philosophy in Social Science. Yale University Press. p. 317ISBN 978-0-300-06606-7LCCN lc96004399. Retrieved 2016-01-27To conclude, logical positivism was progressive compared with the classical positivism of PtolemyHume, d'Alembert, CompteJohn Stuart Mill, and Ernst Mach. It was even more so by comparison with its contemporary rivals—neo-Thomisismneo-Kantianismintuitionism, dialectical materialism, phenomenology, and existentialism. However, neo-positivism failed dismally to give a faithful account of science, whether natural or social. It failed because it remained anchored to sense-data and to a phenomenalist metaphysics, overrated the power of induction and underrated that of hypothesis, and denounced realism and materialism as metaphysical nonsense. Although it has never been practiced consistently in the advanced natural sciences and has been criticized by many philosophers, notably Popper (1959 [1935], 1963), logical positivism remains the tacit philosophy of many scientists. Regrettably, the anti-positivism fashionable in the metatheory of social science is often nothing but an excuse for sloppiness and wild speculation.
    ^ "Popper, Falsifiability, and the Failure of Positivism". 7 August 2000. Archived from the original on January 7, 2014. Retrieved 7 January 2014The upshot is that the positivists seem caught between insisting on the V.C. [Verifiability Criterion]—but for no defensible reason—or admitting that the V.C. requires a background language, etc., which opens the door to relativism, etc. In light of this dilemma, many folk—especially following Popper's "last-ditch" effort to "save" empiricism/positivism/realism with the falsifiability criterion—have agreed that positivism is a dead-end.
    ^ Friedman, Reconsidering Logical Positivism (Cambridge U P, 1999), p. xii Archived 2016-06-28 at the Wayback Machine.
    ^ Bird, Alexander (2013). Zalta, Edward N. (ed.). "Thomas Kuhn"Stanford Encyclopedia of PhilosophyArchivedfrom the original on 2017-07-13. Retrieved 2015-10-26.
    ^ T.S. Kuhn, The Structure of Scientific Revolutions, 2nd. ed., Chicago: Univ. of Chicago Pr., 1970, p. 206. ISBN 0-226-45804-0
    ^ Priddy 1998
    ^ Whitehead 1997, p. 135 , “All science must start with some assumptions as to the ultimate analysis of the facts with which it deals.”
    ^ Boldman 2007
    ^ Papineau, David "Naturalism" Archived 2018-04-26 at the Wayback Machine, in "The Stanford Encyclopedia of Philosophy"
    ^ Strahler 1992, p. 3 The naturalistic view is espoused by science as its fundamental assumption."

    Jump up to:
    1. a b c d Heilbron 2003, p. vii.


    Jump up to:
    1. a b c d e f g Chen 2009, pp. 1–2.


    Jump up to:
    1. a b c Durak 2008.

    ^ Vaccaro, Joan. "Objectiveism"Archived from the original on 17 February 2018. Retrieved 22 December 2017Objective reality exists beyond or outside our self. Any belief that it arises from a real world outside us is actually an assumption. It seems more beneficial to assume that an objective reality exists than to live with solipsism, and so people are quite happy to make this assumption. In fact we made this assumption unconsciously when we began to learn about the world as infants. The world outside ourselves appears to respond in ways which are consistent with it being real. The assumption of objectivism is essential if we are to attach the contemporary meanings to our sensations and feelings and make more sense of them.

    Jump up to:
    1. a b Sobottka 2005, p. 11.

    ^ Gauch 2002, p. 154, "Expressed as a single grand statement, science presupposes that the physical world is orderly and comprehensible. The most obvious components of this comprehensive presupposition are that the physical world exists and that our sense perceptions are generally reliable."
    ^ Gould 1987, p. 120, "You cannot go to a rocky outcrop and observe either the constancy of nature's laws or the working of known processes. It works the other way around." You first assume these propositions and "then you go to the outcrop of rock."
    ^ Simpson 1963, pp. 24–48, "Uniformity is an unprovable postulate justified, or indeed required, on two grounds. First, nothing in our incomplete but extensive knowledge of history disagrees with it. Second, only with this postulate is a rational interpretation of history possible and we are justified in seeking—as scientists we must seek—such a rational interpretation."
    ^ "Simple Random Sampling". 14 December 2010. Archived from the original on 2018-01-02. Retrieved 2018-01-02A simple random sample (SRS) is the most basic probabilistic option used for creating a sample from a population. Each SRS is made of individuals drawn from a larger population, completely at random. As a result, said individuals have an equal chance of being selected throughout the sampling process. The benefit of SRS is that as a result, the investigator is guaranteed to choose a sample which is representative of the population, which ensures statistically valid conclusions.
    ^ Olsson, Erik (2014). Zalta, Edward N. (ed.). "Coherentist Theories of Epistemic Justification"Stanford Encyclopedia of PhilosophyArchived from the original on 2018-09-14. Retrieved 2015-10-26.
    ^ Sandra Harding (1976). Can theories be refuted?: essays on the Dunhem–Quine thesis. Springer Science & Business Media. pp. 9–. ISBN 978-90-277-0630-0Archived from the original on 2016-06-28. Retrieved 2016-01-27.
    ^ Popper, Karl (2005). The Logic of Scientific Discovery(Taylor & Francis e-Library ed.). London and New York: Routledge / Taylor & Francis e-Library. chapters 3–4. ISBN 978-0-203-99462-7Archived from the original on 2016-06-28. Retrieved 2016-01-27.

    Jump up to:
    1. a b Paul Feyerabend, Against Method: Outline of an Anarchistic Theory of Knowledge (1975), ISBN 0-391-00381-X0-86091-222-10-86091-481-X0-86091-646-40-86091-934-X0-902308-91-2

    ^ Preston, John (2007-02-15). "Paul Feyerabend". In Zalta, Edward N. (ed.). Stanford Encyclopedia of Philosophy.
    ^ Kuhn, T.S. (1996). "[Postscript]". The Structure of Scientific Revolutions, 3rd. ed. [Univ. of Chicago Pr]. p. 176. ISBN 978-0-226-45808-3A paradigm is what the members of a community of scientists share, and, conversely, a scientific community consists of men who share a paradigm.
    ^ Quine, Willard Van Orman (1980). "Two Dogmas of Empiricism"From a Logical Point of ViewHarvard University PressISBN 978-0-674-32351-3.
    ^ Ashman, Keith M.; Barringer, Philip S., eds. (2001). After the Science Wars. London: Routledge. ISBN 978-0-415-21209-0. Retrieved 29 October 2015The 'war' is between scientists who believe that science and its methods are objective, and an increasing number of social scientists, historians, philosophers, and others gathered under the umbrella of Science Studies.
    ^ Woodhouse, Edward. Science Technology and Society. Spring 2015 ed. n.p.: U Readers, 2014. Print.
    ^ Hatab, Lawrence J. (2008). "How Does the Ascetic Ideal Function in Nietzsche's Genealogy?"The Journal of Nietzsche Studies35 (35/36): 106–123. Archived from the original on 2016-03-04. Retrieved 2019-10-22.
    ^ Gutting, Gary (2004), Continental Philosophy of Science, Blackwell Publishers, Cambridge, MA.
    ^ Wheeler, Michael (2015). "Martin Heidegger"Stanford Encyclopedia of PhilosophyArchived from the original on 2015-10-16. Retrieved 2015-10-29.
    ^ Foucault, Michel (1961). Khalfa, Jean (ed.). History of Madness [Folie et Déraison: Histoire de la folie à l'âge classique]. Translated by Murphy, Jonathan; Khalfa, Jean. London: Routledge (published 2013). ISBN 9781134473809Archived from the original on 15 July 2019. Retrieved 3 Mar2019.
    ^ Cat, Jordi (2013). "The Unity of Science"Stanford Encyclopedia of PhilosophyArchived from the original on 2014-04-07. Retrieved 2014-03-01.
    ^ Levine, George (2008). Darwin Loves You: Natural Selection and the Re-enchantment of the World. Princeton University Press. p. 104. ISBN 978-0-691-13639-4. Retrieved 28 October2015.
    ^ Kitcher, P. Science, Truth, and Democracy, Oxford: Oxford University Press, 2001
    ^ Dennett, Daniel (1995). Darwin's Dangerous Idea: Evolution and the Meanings of Life. Simon and Schuster. p. 21. ISBN 978-1-4391-2629-5.

    Jump up to:
    1. a b Bickle, John; Mandik, Peter; Landreth, Anthony (2010). Zalta, Edward N. (ed.). "The Philosophy of Neuroscience"Stanford Encyclopedia of PhilosophyArchived from the original on 2013-12-02. Retrieved 2015-12-28(Summer 2010 Edition)

    ^ Romeijn, Jan-Willem (2014). Zalta, Edward N. (ed.). "Philosophy of Statistics"Stanford Encyclopedia of PhilosophyArchived from the original on 2018-09-14. Retrieved 2015-10-29.
    ^ Horsten, Leon (2015). Zalta, Edward N. (ed.). "Philosophy of Mathematics"Stanford Encyclopedia of Philosophy. Retrieved 2015-10-29.
    ^ Ismael, Jenann (2015). Zalta, Edward N. (ed.). "Quantum Mechanics"Stanford Encyclopedia of PhilosophyArchived from the original on 2015-11-06. Retrieved 2015-10-29.
    ^ Weisberg, Michael; Needham, Paul; Hendry, Robin (2011). "Philosophy of Chemistry"Stanford Encyclopedia of PhilosophyArchived from the original on 2014-04-07. Retrieved 2014-02-14.
    ^ "Philosophy, Logic and Scientific Method"Archivedfrom the original on 2012-08-02. Retrieved 2018-07-03.
    ^ Gewertz, Ken (February 8, 2007). "The philosophy of evolution: Godfrey-Smith takes an ingenious evolutionary approach to how the mind works"Harvard University Gazette. Archived from the original on October 11, 2008. Retrieved July 3, 2018..
    ^ Darwinian Populations and Natural Selection. Oxford University Press. 2010.
    ^ Hull D. (1969), What philosophy of biology is not, Journal of the History of Biology, 2, pp. 241–268.
    ^ Recent examples include Okasha S. (2006), Evolution and the Levels of Selection. Oxford: Oxford University Press, and Godfrey-Smith P. (2009), Darwinian Populations and Natural Selection. Oxford: Oxford University Press.
    ^ Papineau, D (1994). "The Virtues of Randomization". British Journal for the Philosophy of Science45 (2): 437–450. doi:10.1093/bjps/45.2.437.
    ^ Worrall, J (2002). "What Evidence in Evidence-Based Medicine?". Philosophy of Science69 (3): S316–330. doi:10.1086/341855JSTOR 3081103.
    ^ Worrall, J. (2007). "Why there's no cause to randomize". British Journal for the Philosophy of Science58 (3): 451–488. CiteSeerX 10.1.1.120.7314doi:10.1093/bjps/axm024.
    ^ Lee, K., 2012. The Philosophical Foundations of Modern Medicine, London/New York, Palgrave/Macmillan.
    ^ Grünbaum, A (1981). "The Placebo Concept". Behaviour Research and Therapy19 (2): 157–167. doi:10.1016/0005-7967(81)90040-1PMID 7271692.
    ^ Gøtzsche, P.C. (1994). "Is there logic in the placebo?". Lancet344 (8927): 925–926. doi:10.1016/s0140-6736(94)92273-xPMID 7934350.
    ^ Nunn, R., 2009. It's time to put the placebo out of our misery" British Medical Journal 338, b1568.
    ^ Turner, A (2012). "Placebos" and the logic of placebo comparison"Biology & Philosophy27 (3): 419–432. doi:10.1007/s10539-011-9289-8hdl:1983/6426ce5a-ab57-419c-bc3c-e57d20608807Archived from the original on 2018-12-29. Retrieved 2018-12-29.
    1. ^ Worrall, J (2011). "Causality in medicine: getting back to the Hill top". Preventive Medicine53 (4–5): 235–238. doi:10.1016/j.ypmed.2011.08.009PMID 21888926.
    2. ^ Cartwright, N (2009). "What are randomised controlled trials good for?" (PDF)Philosophical Studies147 (1): 59–70. doi:10.1007/s11098-009-9450-2Archived (PDF) from the original on 2018-07-24. Retrieved 2019-09-01.
    3. Jump up to:
    4. a b Mason, Kelby; Sripada, Chandra Sekhar; Stich, Stephen (2010). "Philosophy of Psychology" (PDF). In Moral, Dermot (ed.). Routledge Companion to Twentieth-Century Philosophy. London: Routledge.
    5. ^ Murphy, Dominic (Spring 2015). "Philosophy of PsychiatryArchived 2019-03-18 at the Wayback Machine". The Stanford Encyclopedia of Philosophy, edited by Edward N. Zalta. Accessed 18 August 2016.
    6. ^ "The Prize in Economic Sciences 1998"NobelPrize.org. 1998-10-14. Archived from the original on 2017-08-12. Retrieved 2017-06-14.
    7. ^ Hausman, Daniel (December 18, 2012). "Philosophy of Economics"Stanford Encyclopedia of Philosophy. Stanford University. Archived from the original on 3 April 2014. Retrieved 20 February 2014.
    8. ^ Hollis, Martin (1994). The Philosophy of Social Science: An Introduction. Cambridge. ISBN 978-0-521-44780-5.
    9. ^ "Stanford Encyclopaedia: Auguste Comte"Archivedfrom the original on 2017-10-11. Retrieved 2010-01-10.
    10. ^ Giddens, Positivism and Sociology, 1
    11. ^ Schunk, Learning Theories: An Educational Perspective, 5th, 315
    12. ^ Outhwaite, William, 1988 Habermas: Key Contemporary Thinkers, Polity Press (Second Edition 2009), ISBN 978-0-7456-4328-1 p. 68
  30. Smart, J.J.C. (1968). Between Science and Philosophy. New York: Random House.
  31. Putnam, Hilary (1975). Mathematics, Matter and Method (Philosophical Papers, Vol. I). London: Cambridge University Press.
  32. Putnam, Hilary (1978). Meaning and the Moral Sciences. London: Routledge and Kegan Paul.
  33. Boyd, Richard (1984). "The Current Status of Scientific Realism". In Jarrett Leplin (ed.). Scientific Realism. Berkeley: University of California Press. pp. 41–82ISBN 978-0-520-05155-3.
  34. Smart, J.J.C. (1968). Between Science and Philosophy. New York: Random House.
  35. Putnam, Hilary (1975). Mathematics, Matter and Method (Philosophical Papers, Vol. I). London: Cambridge University Press.
  36. Putnam, Hilary (1978). Meaning and the Moral Sciences. London: Routledge and Kegan Paul.
  37. Boyd, Richard (1984). "The Current Status of Scientific Realism". In Jarrett Leplin (ed.). Scientific Realism. Berkeley: University of California Press. pp. 41–82ISBN 978-0-520-05155-3.
  38. ^ Stanford, P. Kyle (2006). Exceeding Our Grasp: Science, History, and the Problem of Unconceived Alternatives. Oxford University Press. ISBN 978-0-19-517408-3.
  39. ^ Laudan, Larry (1981). "A Confutation of Convergent Realism". Philosophy of Science48: 218–249. CiteSeerX 10.1.1.594.2523doi:10.1086/288975.
  40. Jump up to:
  41. a b van Fraassen, Bas (1980). The Scientific Image. Oxford: The Clarendon Press. ISBN 978-0-19-824424-0.

  42. ^ Winsberg, Eric (September 2006). "Models of Success Versus the Success of Models: Reliability without Truth". Synthese152: 1–19. doi:10.1007/s11229-004-5404-6.
  43. ^ Stanford, P. Kyle (June 2000). "An Antirealist Explanation of the Success of Science". Philosophy of Science67 (2): 266–284. doi:10.1086/392775S2CID 35878807.
  44. ^ Longino, Helen (2013). "The Social Dimensions of Scientific Knowledge"Stanford Encyclopedia of PhilosophyArchived from the original on 2014-03-26. Retrieved 2014-03-06.
  45. ^ Douglas Allchin, "Values in Science and in Science Education," in International Handbook of Science Education, B.J. Fraser and K.G. Tobin (eds.), 2:1083–1092, Kluwer Academic Publishers (1988).
  46. ^ Aristotle, "Prior Analytics", Hugh Tredennick (trans.), pp. 181–531 in Aristotle, Volume 1Loeb Classical Library, William Heinemann, London, 1938.
  47. ^ Lindberg, David C. (1980). Science in the Middle Ages. University of Chicago Press. pp. 350–351. ISBN 978-0-226-48233-0.
  48. ^ Clegg, Brian. "The First Scientist: A Life of Roger Bacon"Archived 2018-07-08 at the Wayback Machine. Carroll and Graf Publishers, NY, 2003, p. 2.
  49. ^ Bacon, Francis Novum Organum (The New Organon), 1620. Bacon's work described many of the accepted principles, underscoring the importance of empirical results, data gathering and experiment. Encyclopædia Britannica (1911), "Bacon, Francis" states: [In Novum Organum, we ] "proceed to apply what is perhaps the most valuable part of the Baconian method, the process of exclusion or rejection. This elimination of the non-essential, ..., is the most important of Bacon's contributions to the logic of induction, and that in which, as he repeatedly says, his method differs from all previous philosophies."
  50. Jump up to:
  51. a b McMullin, Ernan. "The Impact of Newton's Principia on the Philosophy of Science"www.paricenter.com. Pari Center for New Learning. Archived from the original on 24 October 2015. Retrieved 29 October 2015.

  52. ^ "John Stuart Mill (Stanford Encyclopedia of Philosophy)". plato.stanford.edu. Archived from the original on 2010-01-06. Retrieved 2009-07-31.
  53. ^ Michael Friedman, Reconsidering Logical Positivism (New York: Cambridge University Press, 1999), p. xiv Archived2016-06-28 at the Wayback Machine.
  54. ^ See "Vienna Circle" Archived 2015-08-10 at the Wayback Machine in Stanford Encyclopedia of Philosophy.
  55. ^ Smith, L.D. (1986). Behaviorism and Logical Positivism: A Reassessment of the Alliance. Stanford University Press. p. 314ISBN 978-0-8047-1301-6LCCN 85030366. Retrieved 2016-01-27The secondary and historical literature on logical positivism affords substantial grounds for concluding that logical positivism failed to solve many of the central problems it generated for itself. Prominent among the unsolved problems was the failure to find an acceptable statement of the verifiability (later confirmability) criterion of meaningfulness. Until a competing tradition emerged (about the late 1950s), the problems of logical positivism continued to be attacked from within that tradition. But as the new tradition in the philosophy of science began to demonstrate its effectiveness—by dissolving and rephrasing old problems as well as by generating new ones—philosophers began to shift allegiances to the new tradition, even though that tradition has yet to receive a canonical formulation.
  56. ^ Bunge, M.A. (1996). Finding Philosophy in Social Science. Yale University Press. p. 317ISBN 978-0-300-06606-7LCCN lc96004399. Retrieved 2016-01-27To conclude, logical positivism was progressive compared with the classical positivism of PtolemyHume, d'Alembert, CompteJohn Stuart Mill, and Ernst Mach. It was even more so by comparison with its contemporary rivals—neo-Thomisismneo-Kantianismintuitionism, dialectical materialism, phenomenology, and existentialism. However, neo-positivism failed dismally to give a faithful account of science, whether natural or social. It failed because it remained anchored to sense-data and to a phenomenalist metaphysics, overrated the power of induction and underrated that of hypothesis, and denounced realism and materialism as metaphysical nonsense. Although it has never been practiced consistently in the advanced natural sciences and has been criticized by many philosophers, notably Popper (1959 [1935], 1963), logical positivism remains the tacit philosophy of many scientists. Regrettably, the anti-positivism fashionable in the metatheory of social science is often nothing but an excuse for sloppiness and wild speculation.
  57. ^ "Popper, Falsifiability, and the Failure of Positivism". 7 August 2000. Archived from the original on January 7, 2014. Retrieved 7 January 2014The upshot is that the positivists seem caught between insisting on the V.C. [Verifiability Criterion]—but for no defensible reason—or admitting that the V.C. requires a background language, etc., which opens the door to relativism, etc. In light of this dilemma, many folk—especially following Popper's "last-ditch" effort to "save" empiricism/positivism/realism with the falsifiability criterion—have agreed that positivism is a dead-end.
  58. ^ Friedman, Reconsidering Logical Positivism (Cambridge U P, 1999), p. xii Archived 2016-06-28 at the Wayback Machine.
  59. ^ Bird, Alexander (2013). Zalta, Edward N. (ed.). "Thomas Kuhn"Stanford Encyclopedia of PhilosophyArchivedfrom the original on 2017-07-13. Retrieved 2015-10-26.
  60. ^ T.S. Kuhn, The Structure of Scientific Revolutions, 2nd. ed., Chicago: Univ. of Chicago Pr., 1970, p. 206. ISBN 0-226-45804-0
  61. ^ Priddy 1998
  62. ^ Whitehead 1997, p. 135 , “All science must start with some assumptions as to the ultimate analysis of the facts with which it deals.”
  63. ^ Boldman 2007
  64. ^ Papineau, David "Naturalism" Archived 2018-04-26 at the Wayback Machine, in "The Stanford Encyclopedia of Philosophy"
  65. ^ Strahler 1992, p. 3 The naturalistic view is espoused by science as its fundamental assumption."
  66. Jump up to:
  67. a b c d Heilbron 2003, p. vii.

  68. Jump up to:
  69. a b c d e f g Chen 2009, pp. 1–2.

  70. Jump up to:
  71. a b c Durak 2008.

  72. ^ Vaccaro, Joan. "Objectiveism"Archived from the original on 17 February 2018. Retrieved 22 December 2017Objective reality exists beyond or outside our self. Any belief that it arises from a real world outside us is actually an assumption. It seems more beneficial to assume that an objective reality exists than to live with solipsism, and so people are quite happy to make this assumption. In fact we made this assumption unconsciously when we began to learn about the world as infants. The world outside ourselves appears to respond in ways which are consistent with it being real. The assumption of objectivism is essential if we are to attach the contemporary meanings to our sensations and feelings and make more sense of them.
  73. Jump up to:
  74. a b Sobottka 2005, p. 11.

  75. ^ Gauch 2002, p. 154, "Expressed as a single grand statement, science presupposes that the physical world is orderly and comprehensible. The most obvious components of this comprehensive presupposition are that the physical world exists and that our sense perceptions are generally reliable."
  76. ^ Gould 1987, p. 120, "You cannot go to a rocky outcrop and observe either the constancy of nature's laws or the working of known processes. It works the other way around." You first assume these propositions and "then you go to the outcrop of rock."
  77. ^ Simpson 1963, pp. 24–48, "Uniformity is an unprovable postulate justified, or indeed required, on two grounds. First, nothing in our incomplete but extensive knowledge of history disagrees with it. Second, only with this postulate is a rational interpretation of history possible and we are justified in seeking—as scientists we must seek—such a rational interpretation."
  78. ^ "Simple Random Sampling". 14 December 2010. Archived from the original on 2018-01-02. Retrieved 2018-01-02A simple random sample (SRS) is the most basic probabilistic option used for creating a sample from a population. Each SRS is made of individuals drawn from a larger population, completely at random. As a result, said individuals have an equal chance of being selected throughout the sampling process. The benefit of SRS is that as a result, the investigator is guaranteed to choose a sample which is representative of the population, which ensures statistically valid conclusions.
  79. ^ Olsson, Erik (2014). Zalta, Edward N. (ed.). "Coherentist Theories of Epistemic Justification"Stanford Encyclopedia of PhilosophyArchived from the original on 2018-09-14. Retrieved 2015-10-26.
  80. ^ Sandra Harding (1976). Can theories be refuted?: essays on the Dunhem–Quine thesis. Springer Science & Business Media. pp. 9–. ISBN 978-90-277-0630-0Archived from the original on 2016-06-28. Retrieved 2016-01-27.
  81. ^ Popper, Karl (2005). The Logic of Scientific Discovery(Taylor & Francis e-Library ed.). London and New York: Routledge / Taylor & Francis e-Library. chapters 3–4. ISBN 978-0-203-99462-7Archived from the original on 2016-06-28. Retrieved 2016-01-27.
  82. Jump up to:
  83. a b Paul Feyerabend, Against Method: Outline of an Anarchistic Theory of Knowledge (1975), ISBN 0-391-00381-X0-86091-222-10-86091-481-X0-86091-646-40-86091-934-X0-902308-91-2

  84. ^ Preston, John (2007-02-15). "Paul Feyerabend". In Zalta, Edward N. (ed.). Stanford Encyclopedia of Philosophy.
  85. ^ Kuhn, T.S. (1996). "[Postscript]". The Structure of Scientific Revolutions, 3rd. ed. [Univ. of Chicago Pr]. p. 176. ISBN 978-0-226-45808-3A paradigm is what the members of a community of scientists share, and, conversely, a scientific community consists of men who share a paradigm.
  86. ^ Quine, Willard Van Orman (1980). "Two Dogmas of Empiricism"From a Logical Point of ViewHarvard University PressISBN 978-0-674-32351-3.
  87. ^ Ashman, Keith M.; Barringer, Philip S., eds. (2001). After the Science Wars. London: Routledge. ISBN 978-0-415-21209-0. Retrieved 29 October 2015The 'war' is between scientists who believe that science and its methods are objective, and an increasing number of social scientists, historians, philosophers, and others gathered under the umbrella of Science Studies.
  88. ^ Woodhouse, Edward. Science Technology and Society. Spring 2015 ed. n.p.: U Readers, 2014. Print.
  89. ^ Hatab, Lawrence J. (2008). "How Does the Ascetic Ideal Function in Nietzsche's Genealogy?"The Journal of Nietzsche Studies35 (35/36): 106–123. Archived from the original on 2016-03-04. Retrieved 2019-10-22.
  90. ^ Gutting, Gary (2004), Continental Philosophy of Science, Blackwell Publishers, Cambridge, MA.
  91. ^ Wheeler, Michael (2015). "Martin Heidegger"Stanford Encyclopedia of PhilosophyArchived from the original on 2015-10-16. Retrieved 2015-10-29.
  92. ^ Foucault, Michel (1961). Khalfa, Jean (ed.). History of Madness [Folie et Déraison: Histoire de la folie à l'âge classique]. Translated by Murphy, Jonathan; Khalfa, Jean. London: Routledge (published 2013). ISBN 9781134473809Archived from the original on 15 July 2019. Retrieved 3 Mar2019.
  93. ^ Cat, Jordi (2013). "The Unity of Science"Stanford Encyclopedia of PhilosophyArchived from the original on 2014-04-07. Retrieved 2014-03-01.
  94. ^ Levine, George (2008). Darwin Loves You: Natural Selection and the Re-enchantment of the World. Princeton University Press. p. 104. ISBN 978-0-691-13639-4. Retrieved 28 October2015.
  95. ^ Kitcher, P. Science, Truth, and Democracy, Oxford: Oxford University Press, 2001
  96. ^ Dennett, Daniel (1995). Darwin's Dangerous Idea: Evolution and the Meanings of Life. Simon and Schuster. p. 21. ISBN 978-1-4391-2629-5.
  97. Jump up to:
  98. a b Bickle, John; Mandik, Peter; Landreth, Anthony (2010). Zalta, Edward N. (ed.). "The Philosophy of Neuroscience"Stanford Encyclopedia of PhilosophyArchived from the original on 2013-12-02. Retrieved 2015-12-28(Summer 2010 Edition)

  99. ^ Romeijn, Jan-Willem (2014). Zalta, Edward N. (ed.). "Philosophy of Statistics"Stanford Encyclopedia of PhilosophyArchived from the original on 2018-09-14. Retrieved 2015-10-29.
  100. ^ Horsten, Leon (2015). Zalta, Edward N. (ed.). "Philosophy of Mathematics"Stanford Encyclopedia of Philosophy. Retrieved 2015-10-29.
  101. ^ Ismael, Jenann (2015). Zalta, Edward N. (ed.). "Quantum Mechanics"Stanford Encyclopedia of PhilosophyArchived from the original on 2015-11-06. Retrieved 2015-10-29.
  102. ^ Weisberg, Michael; Needham, Paul; Hendry, Robin (2011). "Philosophy of Chemistry"Stanford Encyclopedia of PhilosophyArchived from the original on 2014-04-07. Retrieved 2014-02-14.
  103. ^ "Philosophy, Logic and Scientific Method"Archivedfrom the original on 2012-08-02. Retrieved 2018-07-03.
  104. ^ Gewertz, Ken (February 8, 2007). "The philosophy of evolution: Godfrey-Smith takes an ingenious evolutionary approach to how the mind works"Harvard University Gazette. Archived from the original on October 11, 2008. Retrieved July 3, 2018..
  105. ^ Darwinian Populations and Natural Selection. Oxford University Press. 2010.
  106. ^ Hull D. (1969), What philosophy of biology is not, Journal of the History of Biology, 2, pp. 241–268.
  107. ^ Recent examples include Okasha S. (2006), Evolution and the Levels of Selection. Oxford: Oxford University Press, and Godfrey-Smith P. (2009), Darwinian Populations and Natural Selection. Oxford: Oxford University Press.
  108. ^ Papineau, D (1994). "The Virtues of Randomization". British Journal for the Philosophy of Science45 (2): 437–450. doi:10.1093/bjps/45.2.437.
  109. ^ Worrall, J (2002). "What Evidence in Evidence-Based Medicine?". Philosophy of Science69 (3): S316–330. doi:10.1086/341855JSTOR 3081103.
  110. ^ Worrall, J. (2007). "Why there's no cause to randomize". British Journal for the Philosophy of Science58 (3): 451–488. CiteSeerX 10.1.1.120.7314doi:10.1093/bjps/axm024.
  111. ^ Lee, K., 2012. The Philosophical Foundations of Modern Medicine, London/New York, Palgrave/Macmillan.
  112. ^ Grünbaum, A (1981). "The Placebo Concept". Behaviour Research and Therapy19 (2): 157–167. doi:10.1016/0005-7967(81)90040-1PMID 7271692.
  113. ^ Gøtzsche, P.C. (1994). "Is there logic in the placebo?". Lancet344 (8927): 925–926. doi:10.1016/s0140-6736(94)92273-xPMID 7934350.
  114. ^ Nunn, R., 2009. It's time to put the placebo out of our misery" British Medical Journal 338, b1568.
  115. ^ Turner, A (2012). "Placebos" and the logic of placebo comparison"Biology & Philosophy27 (3): 419–432. doi:10.1007/s10539-011-9289-8hdl:1983/6426ce5a-ab57-419c-bc3c-e57d20608807Archived from the original on 2018-12-29. Retrieved 2018-12-29.
  116. ^ Worrall, J (2011). "Causality in medicine: getting back to the Hill top". Preventive Medicine53 (4–5): 235–238. doi:10.1016/j.ypmed.2011.08.009PMID 21888926.
  117. ^ Cartwright, N (2009). "What are randomised controlled trials good for?" (PDF)Philosophical Studies147 (1): 59–70. doi:10.1007/s11098-009-9450-2Archived (PDF) from the original on 2018-07-24. Retrieved 2019-09-01.
  118. Jump up to:
  119. a b Mason, Kelby; Sripada, Chandra Sekhar; Stich, Stephen (2010). "Philosophy of Psychology" (PDF). In Moral, Dermot (ed.). Routledge Companion to Twentieth-Century Philosophy. London: Routledge.
  120. ^ Murphy, Dominic (Spring 2015). "Philosophy of PsychiatryArchived 2019-03-18 at the Wayback Machine". The Stanford Encyclopedia of Philosophy, edited by Edward N. Zalta. Accessed 18 August 2016.
  121. ^ "The Prize in Economic Sciences 1998"NobelPrize.org. 1998-10-14. Archived from the original on 2017-08-12. Retrieved 2017-06-14.
  122. ^ Hausman, Daniel (December 18, 2012). "Philosophy of Economics"Stanford Encyclopedia of Philosophy. Stanford University. Archived from the original on 3 April 2014. Retrieved 20 February 2014.
  123. ^ Hollis, Martin (1994). The Philosophy of Social Science: An Introduction. Cambridge. ISBN 978-0-521-44780-5.
  124. ^ "Stanford Encyclopaedia: Auguste Comte"Archivedfrom the original on 2017-10-11. Retrieved 2010-01-10.
  125. ^ Giddens, Positivism and Sociology, 1
  126. ^ Schunk, Learning Theories: An Educational Perspective, 5th, 315
  127. ^ Outhwaite, William, 1988 Habermas: Key Contemporary Thinkers, Polity Press (Second Edition 2009), ISBN 978-0-7456-4328-1 p. 68